Pos ronda sedang sepi saat itu, hanya aku dan Parjok, hujan gerimis, rombongan jamaah rondaniyah belum merapat untuk bermain gaplek.
"Ngak bisa gitu Wok!"
Bantah Parjok santai sambil mengupas kulit ubi rebus.
"Itu pengerdilan dalam berpikir, bahaya itu Wok, ngak bisa gitu, apalagi sama aku ngobrolnya. Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau dibawah atap pos ronda ini tidak memfasilitasi pemikiran-pemikiran yang terbatas."
Sontak duduk ku berubah posisi, bantahan Parjo begitu menohok.
Aku yang awalnya sedang senderan featuring selonjoran, jadi gelagapan kemudian duduk bersila.
Aku ingin menohok nya balik.
Kemudian aku kembali senderan featuring selonjoran lagi. Terdengar helaan nafas ku.
Hmmm..
"Iya juga ya Jok, akhir-akhir ini aku banyak fokus untuk mengevaluasi diri Jok, apalagi tentang prinsip. Emang keliru Jok terlalu banyak prinsip-prinsipan, prinsip ini prinsip itu, padahal pemikiran dipengaruhi kondisi saat ini, dan begitu juga pada saat pencetusan prinsip saat itu. Celakanya kondisi saat ini dan saat itu beda, celakanya lagi aku yang berprinsip kemudian menelannya kembali, sendirian pula."
"Ya, kalau soal prinsip ini lumrah Wok, mau gimana lagi, tiap hari kita disuguhkan terus dengan tayangan-tayangan yang melabel harga murah tentang prinsip. Makanya hat- hati soal prinsip. Karena dia hidup dalam pikiranmu dan menahkodai tingkah laku mu."
Obrolan kami kadang terjeda.
Suara gerimis beberapa detik terdengar jelas .
Bunyi gigi Parjok buka katup mengunyah ubi rebus. Risihhh, kadang meludah-ludah kearah luar. Dia lupa kalau ini bukan pos ronda biasa.
"Tapi gini Jok, sadar ngak bahwa manusia semakin lucu sejak punya pikiran, ini berdasarkan analisa ku beberapa musim ini. Manusia mati-matian mencari keadilan, di sisi lain ketika kebenaran disampaikan, manusia saling mengucilkan. Manusia juga mengidamkan kebijaksanaan tapi tersesat dalam labirin yang dianggap benar dan dinilai salah."
"Hahaha, Parjok Ketawa.
Itu bukan lucu, ya memang begitu, manusiakan punya masing masing sudut pandang dan manusia punya pemikiran dengan versinya masing-masing." Bantah Parjok.
Emang lucu disana kau anggap apa Jok. Tegas Bowok.
Emang apa? Tanya Parjok ketus.
Ya, emang ngak lucu apa Jok? Kalau manusia punya banyak tipe suara. Mending jadi kuda, ia tidak bisa disuruh bersuara seperti kerbau. Beda kalau manusia, ada segudang tipe suara dalam folder otaknya, ia pakai seseuaikan keadaan, kadang jadi kuda, kadang jadi kerbau, padahalkan dia manusia, harusnya suaranya manusia.
Gerimis masih menghentak tipis tipis.
Parjo menadah tangannya di ujung atap pos ronda, sebelum rintik hujan menuju tanah.
Dalam hati Parjo semoga notulensi dalam obrolan ini adalah penduduk langit.
Jok, kamu juga sudah tahu bahwa sudah berapa banyak kita sama- sama mengetahui perang dan bergelimpangannya mayat-mayat yang saling bunuh hanya karena memperjuangkan kebenaran nya masing-masing. Iya berdiri dikebenarannya masing-masing dan memasang badan untuk pertumpahan darah. Tambah Bowok
Jok. Aku ingin bertanya padamu, apakah kebenaran dan kebijaksanaan itu sama ?
Kalau sama seperti apa?
Kalau beda, kau mencintai yang mana diantaranya.
Sudahlah jok, tidak usah dijawab.
aku hanya butuh pemikiran itu keluar di atap pos ronda ini,
anggap saja aku sedang mengawur.
Mata Parjo menyeledik kearah ku, telunjuknya kearahku menilai curiga.
"Oke fix, aku tahu! Pasti kamu sekarang sedang kalah judi kan Wok?"
Hahahaha.. Parjok ketawa.
Jadinya kamu sok sok an gini, biar kelihatan gitu. Hahahaha. Tanggap Parjok.
Sudahlah wok.
Kita makan ubi rebus saja.
sesekali nanti akan ku traktir bakso, kalau aku menang togel. Tambah Parjok
Obrolan tadi hanya untuk kita berdua ya Jok ? Bowok meminta.
iya deh iyaa. Tutup Parjo.
Susana Pos Ronda sesudah sholat Isya masih gerimis, sepertinya jemaah rondaniyah tidak kopdar dan maen gaplek malam ini.
Mang supri lewat naik motor sesudah menjemput anaknya pulang mengaji.
Woi melamun wae sendirian. Kejut mang supri sembari lewat depan pos ronda.
Bowok dan Parjok hilang, aku tersedar kalau dari tadi sendirian.
 |
Selesai di Bowok dan Parjok. |