Dikala Gondrong Tiba

Gondrong adalah sebutan untuk seorang laki-laki berambut panjang, Itulah kenapa cewek tidak disebut Gondrong, karena mereka bukan laki laki dan laki laki bukan mereka, tapi mereka dan laki laki ditakdirkan untuk menyatu sehingga mampu menciptakan Gondrong junior, Coretan Payah edisi "Dikala Gondrong Tiba", akan mengulas sepenggal cerita dari sepanggul kisah yang terjadi selama Gondrong itu tiba.

Alasan Pecinta Alam ?

Tariklah nafas dari udara bersih itu. Kemudian biarkan sepatu tua keluar dari rak-nya. Kain segi tiga itu biarkan ada. Rutinitas akan kalah, kalahlah dengan jiwa. Nyaman akan jauh, dipecahkan dan terpelanting. Tentu ada kisah, dari perjalanan jauh melelahkan.

#SaveCawang | Sudah Dengar Tangisan Cawang hari ini ?

Payah, tangisan Cawang tak terdengar, jelas tangisan itu rintih. betul aku adalah orang yang payah, bagaimana tidak, seorang mahasisw...

Siul fales mengiringi pagi yang hampir saja terlewatkan, hari ini hampir saja habis di zona nyaman, dikasur yang tak terjemur entah berapa bulan. Kopi panas kuperintahkan untuk dibuat padahal hanya ada aku dan kucing waktu itu, astaga, kucing itu belum terlatih untuk segelas kopi, segelas kopi yang di dedikasikan untuk modal berpikir dan berandai-andai.

Friday, 16 August 2019

Gempita Hari Kemerdekaan dan Cerita Receh

Perencana-perencana sudah menentukan jadwalnya masing-masing untuk perayaan hari esok. Komar tetap dengan tradisinya; naik gunung. Flashback tentang kisah pendakian di Gunung Semeru tahun 2017, ada sensasi keindahan gunung yang hilang ditelan ramainya euforia pengunjung. Alhasil, Ranu Kumbolo tak begitu mesra, berasa dipasar malam walaupun tanpa biang lala.

Besok adalah perayaan besar Negara ini, 17 Agustus, tentu, akan ada rencana besar untuk merayakankannya. Rencana itu telah diatur sejak beberapa hari sebelumnya, ada yang batal, ada yang berangkat wae-selow wae. Ada juga yang tiduran sampe siang di dalam kamar yang berantakan.

Sudah pasti gunung-gunung kedatangan tamu besar berjenis manusia yang tingkah dan kebiasaannya unik-unik.

Hai Gunung. Ujar Komar. Sembari melihat puncak dari bawah kaki gunung tersebut.

Komar berencana menancapkan bendera Merah Putih disana.

Komar adalah masyarakat madani yang sudah terdaftar BPJS.

Komar dan sebagian besar penduduk Indonesia yang tak sepenuhnya mempunyai E-KTP mendaki Gunung.

Gunung menelpon Pantai.
Tutt....Tuttt..
Halo (pan)Tai.
Ehh whazaaapp nung. Pantai menjawab.

Gimana disana. Tambah Gunung.
Ngak asik nih, 2R (Rame, Risih). Jawab Pantai.

Yaudah cabut yuk. 
Kemana ?



Ke RT atau Kecamatan terdekat aja, sebagian besar pemudanya pasti pergi, siapa tahu panitia kurang. Ajak Gunung.

Yaudah kuy. Tutup Pantai dan mereka otw menuju wilayah terdekat.

Komar sudah mencapai Pos 2 pendakian gunung. Ia berombongan 10 orang.

Sebelum Gunung dan Pantai pergi, ia berpesan kepada Komar dan satu spesiesnya.

Baik-baik disana bosque, aku pergi bentar, nanti aku essssmosiii lihat tingkah kalian kaya tahun lalu. Sampah dimana-mana. Apalagi, waktu posting di Ig, ngak Tagging akun aku lagi. Parah lu mar. 

Pantai selow menyimak.

Senyum menye-menye. Komar

Gunung dan Pantai, bergegas pergi, mereka tidak ikut jadi panita melainkan ikut jadi peserta lomba makan kerupuk. Sebelum mulai lomba, mereka ter-diskualifikasi-kan karena belum mendaftar registrasi jadi peserta. Gunung dan Pantai tidak ikut Technical Meeting. Perlombaan jadi kacau karena kurang panitia. Sempat terjadi huru hara antara SD 1 dan SD 2 yang sedang tarik tambang. Bala bantuan datang sambil tawa ceria. Ibu-ibu lomba lari karung, karungnya dibawa pulang. Lumayan. Katanya.

Gunung dan Pantai hanyut dalam euforia sederhana. Mereka selow meramaikan tempat-tempat yang tak ramai agar kemeriahan terbagi. Bicara euforia memang mudah, namun memaknai umur yang sudah masuk 74 Tahun ini, ahhhh.... aku rasa kita tidak akan jadi untuk bereuforia dan memilih tidur siang sadja.

Gunung dan Pantai menarik jakun, berharap semoga momentum ini dapat dijadikan ajang pendewasaan diri demi terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas.

Gunung, Pantai dan Komar adalah kesatuan, ia akan hadir dalam doa dan tindakan untuk Indonesia lebih baik


*Komar naik Gunung lupa bawa kopi. (Insta Story Pacar Komar)

*Pak Camat Kata Sambutan; Merdeka.
(Berita di Koran)

Gunung (Hitam) Pantai (Merah)

Komar dkk.
     

Putri Istana

Lagi-lagi Bulu matanya jatuh saat tiada kehangatan di dalam hatinya. Ia, sang Putri Istana, menatap cermin. Sorot matanya dalam, diamnya penuh jeritan.

Dari dinding-dinding kamarnya terlihat gambar bunga-bunga Seroja (Lotus) yang sedang mekar-mekarnya, merah mudah-cerah, tumbuh suci diatas geliatnya tanah berlumpur.

Jendela Putri Istana itu, ada sedikit cela, berukiran khas, terbuat dari kayu. Diatasnya, beberapa sarang burung dibiarkan menetap dan membesarkan anak-anaknya.

Ada batang pohon yang berdaun hijau, tepat diluar jendela. Putri Istana sering menatap lama, jauh dari sini.

Kamar yang tertata rapi, berseni tinggi, bercorak warna, tetap saja membuat Putri Istana gusar hati. Semua keinginan fana dapat dipenuhi dengan sekali perintah. Tapi dalam riak lamunannya yang tak menentu, ada Bulu Mata yang terkulai disudut pipi kiri Putri Istana. Perlahan ia seka dengan wajar.

Sang Putri Istana sudah 30 menit lebih menatap cermin. Bulu Mata itu sedang berada diujung jari telunjuk. Menunggu maksud dari Bulu Mata. Sedang jarinya yang lain tanpa sadar, menyeka rambut bagian depan yang  kecokelatan itu.

Hati Putri Istana tertegun, mengingat gusaran hati selama ini. 12 kali, hati permaisuri memanggil, memang, ini adalah pertanda beda. Bergejolak, tarik menarik, 12 kali pula ego menolak untuk tidak berdebat dengan itu.

Putri Istana hidup tanpa nyawa berbelas-belas tahun. Badannya bergerak tidak sesuai kehendak. Bertumpuk-tebal, macam-macam keinginan yang membusuk di dalam hati Putri Istana, tidak dapat keluar.

Hati Putri Istana berbisik kepada siapa ?
Siapa yang berbisik kepada hati Putri Istana ? Sayup, bisiknya mendesir meninggalkan pesan.

"Penderitaan bersumber dari keinginan. Bahkan dapat terlahir kembali di dunia adalah penderitaan."

Benar kiranya, ini bukanlah Bulu Mata rindu. Berpaling, ia, seraya berdiri, deru jantungnya menggebu, menggelegak nyala-redup. Cermin Putri Istana retak, Bulu Matanya tertiup angin dan tidak terlihat lagi. Burung-burung berbunyi serentak.
Putri Istana mencari jalan baru.
Ia lari dari istana menuju Nirvana; meninggalkan segala keinginan dari pergulatan dunia fana.

                   Putri Istana Sudah Mandi



Saturday, 27 July 2019

Bangsa Gondrong

Negeri ini tidak akan kekurangan pemimpin selagi ada (atau pernah) orang yang berambut gondrong.

Menjadi gondrong ditengah-tengah masyarakat pragmatis memang sulit. Tulisan ini sepenuhnya adalah pendapat pribadi yang tidak bisa dijadikan pedoman; hanya mengajak untuk melihat sisi lain dari kaca mata Bangsa Gondrong memandang persoalan  dunia. 

Tulisan ini juga akan menjelaskan, berdasarkan pengamatan dan pengalaman, mengapa negeri ini harus memiliki kader dari Bangsa Gondrong untuk melanjutkan misi berbangsa dan bernegara.

Gondrong adalah pemikir lintas perspektif.

Bangsa Gondrong adalah orang-orang yang tidak mementingkan, status sosial, tingkat pendidikan, berapa gajimu sebulan atau kamu berseragam atau tidak, disaat sedang menelaah.(Baca: http://coretanpayah.blogspot.com/2015/06/dikala-gondrong-tiba.html?m=1)

Mereka, Bangsa Gondrong, tidak melihat siapa yang bicara melainkan apa yang ia bicarakan. Hal ini yang membuat Bangsa Gondrong tetap asik mengobrol dengan siapapun orangnya dan memandang semua orang ada pembelajarannya atau belajar dari semua orang. Sebagai contoh; ketimbang menghardik pelacur, ia beranggapan, pelacur juga berkontribusi untuk membangun negeri, tanpa mereka akan ada banyak pemerkosaan di sudut-sudut kota dan dibawah semak-semak jembatan. Abang-abang jual es cendol juga memiliki peranan yang sama dengan para kepala daerah untuk membangun bangsa, hanya fungsinya saja yang berbeda. Ketimbang melihat status sosialnya, Bangsa Gondrong sadar bahwa; tanpa abang cendol dipinggir jalan, tingkat kecelakaan lalu lintas akan berpengaruh akibat pengendara yang dehidrasi dan para pecinta minuman tradisional akan beralih meminum minuman berpengawet atau berbahan kimia tinggi dibeli di Indomaret atau Alfamart yang jarang kasih kembalian uang receh 100 200.

Jauh lebih dalam mereka, Bangsa Gondrong, mencoba untuk menyerap makna obrolan yang kebanyakan orang-orang sibuk untuk mengkafirkan dan mengambil hak preogratif Tuhan; masuk surga dan neraka. Ini yang membuat, Bangsa Gondrong memiliki poin lebih ketimbang orang rambut-rambut klimis, berkemeja dan berkutat di dalam ruangan (hanya contoh, yang terkadang, sering dipakai oleh para orang tua sebagai mahluk beradab).

Kemampuan lain dari bangsa gondrong yang mengedepankan dialektika dari lintas perspektif untuk menilai persoalan, merupakan proses yang sangat penting dari komplektifitas kehidupan. Inilah Bangsa Gondrong, ketimbang mengedepankan stigma buruk yang berkembang dikalangan masyarakat banyak, ia lebih memilih rokokan dan selow naik gunung kemudian jongkok'an didepan tenda sambil buat teh.

Bangsa Gondrong yang lahir dari ideologi Gondrongisme, percaya bahwa semua terjadi akibat ada hal lain pula yang terjadi, kait mengait menjadi sistem yang harus menghargai dan diselesaikan satu sama lain atas nama keselarasan cinta kasih.

Pemimpin dari Bangsa Gondrong yang, nantinya, menjadi pimpinan baik secara kelembagaan pemerintah atau tidak, merupakan orang-orang yang sudah memahami sudut pandang kelas bawah dan tidak buta terhadap prosesi-prosesi kelas atas. Dari pendapat ini, saya akan mengajak pembaca semua melihat apa yang terjadi disekitar kita. Bangsa Gondrong, coba lihat betapa santainya mereka ngobrol di warung kopi sederhana, namun, disisi lain mereka siap presentasi di depan siapapun termasuk Presiden dalam menyampaikan pendapat dan saran. Tidak bisa dipungkiri juga bahwa, dikalangan Bangsa Gondrong, ada banyak yang sekedar ikut-ikutan. Ada yang tidak mengerti kegondrongannya, ada banyak. Ada juga yang lost control dan kriminal recehan, tapi kriminal tidak mengenal rambut.

Bagi saya, selaku orang yang pernah gondrong, masa-masa gondrong adalah masa kaderisasi paling relevan untuk menjawab persoalan pemimpin-pemimpin masa kini yang masih atau tetap memakai kaca mata kuda mereka. Hal inilah yang menyebabkan Bangsa Gondrong terwujud pada Orang Gila jalanan dan Orang Gila Pemikiran. 

Menggalakan Gondrongisme.

Kita semua bukan dewa, kita hanya mengklaim bahwa kita wujud ciptaan Tuhan yang paling sempurna, disebut manusia. Padahal terkadang, tidak jarang aktivitas kita jauh lebih buruk dari pada binatang atau disisi lain, kita bisa lebih mulia dari para malaikat. Bangsa Gondrong adalah bangsa yang sama dengan orang-orang lainnya, kita hanya dibentuk dengan keadaan dan lingkungan yang berbeda-beda sehingga itu yang menjadi karakter dalam menjalankan kehidupan.

Lingkungan Bangsa Gondrong bisa dimana saja, di hutan mereka bisa, di kota mereka jaya, di sana dan sini tergantung sedang diposisi mana ia saat itu. Saya, lagi-lagi, mengajak semua pembaca untuk mengedepankan cinta kasih dalam memandang sesorang dan mengajak para Bangsa Gondrong untuk melihat poin lebih dari posisi mereka ketimbang hanyut dalam pandangan buruk masyarakat mengenai bangsanya. Menjadi gondrong bukan alasan untuk tidak menjadi apa-apa, pernah gondrong bukan menjadi alasan untuk tidak terlibat dalam segala hal. Cepat ambil peran di manapun amanah itu diberi padamu, ini saatnya pembuktian bahwa kita adalah generasi penerus. Saya tidak bisa membayangkan, jika nanti, Bangsa Gondrong terus-terusan menjadi penonton saja atas kehidupan yang semakin seru ini, kehidupan yang dipimpin oleh kader-kader bangsa kaku.

Dalam ideologi Gondrongisme, kita adalah kader terbaik yang dimiliki bangsa ini, untuk mewujudkan keberagam dalam persatuan. Kita akan melihat pelacur sebagai orang-orang yang menjalani hidup. Kita juga akan melihat Koruptor sebagai pengingat pesan; apakah aku juga akan seperti itu kedepan, bagaimana kalau itu ada di posisiku.  Bermawas dirilah rambut gondrong atau pernah berambut gondrong.

Gondrongisme bukan sekedar tetap menjadi gondrong. Jauh didasar hati, tidak ada yang ingin kita lakukan kecuali; cinta kasih untuk menjalankan hidup. Itulah Gondrongisme. Silakan pilih jika kau ingin tetap gondrong, itu baik. Pun jika kau memilih untuk tidak lagi berambut gondrong, itu juga baik, asalkan ada sedikit Gondrongisme dihatimu. Karena kau telah dibentuk dalam masa-masa gondrongmu, selamat untuk berbangga.

Bangsa Gondrong adalah orang-orang yang lahir dengan kenikmatan menjalankan hidup, baik suka maupun duka. Lihatlah Bangsa Kami, tidak ada yang mati dengan sia-sia.


Dulunya Ayub

Ayub Dulu


Ayub sekarang.

Sebenarnya, saya rindu sekali berambut Gondrong. Besok-besok kalau tidak kesiangan, saya mau gondrong (lagi) sejak pagi



Tulisan ini dibuat dalam rangka memperingati kekosonggan didalam diri. 27 Juli 2019.

Penulis sedang berada di Lubuklinggau, sebuah Kota kecil tempat kelahiran, yang memiliki perpustakaan bagus tapi sepi.

Wednesday, 3 July 2019

Teman Letingan Nusantara

Kita ini macam- macam. Ujarku disaat hiruk pikuk jalanan kota kelahiranku, Lubuklinggau, sedang ramai-ramainya. 

Pandangmu dan pandangku juga tidak keruan. Ujarku dalam hati ketika tidak ada teman untuk mengobrol siang itu. 

Aku sekarang sedang disalah-satu kedai kopi yang suasananya lumayan asik untuk dikunjungi. Waktu itu, sebenarnya mau kusapa engkau satu persatu, teman letingan, dimanapun kalian berada, baik yang pernah bertemu di Lubuklinggau, Bengkulu, Palembang, Lampung, Jakarta, Semarang, Jogja, Surabaya, Jombang, Kediri, Bali, Lombok, Bima, Makasar, Flores dll.

Bagaimana saat ini, apa saja, ceritakanlah ? Apapun. Sapaku dari kejauhan yang badannya tidak bisa bertemu.

Kulihat dari berbagai sosial mediamu ada beragam aktifitas kita yang berbeda beda dan sepertinya menarik untuk diceritakan. Instagram, Facebook dan WhatsApp yang kau ceritakan setiap hari tentang kabarmu, sebenarnya melunturkan pekat rinduku untuk menyapamu lewat suara langsung, atau bahkan, bercengrama langsung.

Tapi aku tidak mau bertanya tentang profesimu, gajimu dan gelarmu, apalagi agamamu.

Saya hanya ingin bertanya diluar itu semua. Hanya dengan kalimat tanya Bagaimana

Ohh iya, ngomong-ngomong, bagaimana ?
Keadaanmu, yang, sepertinya, sudah tergilas laju dunia.
Seru bukan ?

Bagaiamana ?
Bukankah pernah aku ingatkan bahwa kita adalah anjing-anjing yang tertunda.

Dunia menggilas siapa saja yang ,coba-coba, menghadangnya dan didalam dunia ini, hanya ada dua jenis kata untuk merefleksikan manusia, yaitu; Penggilas dan Tergilas. Atau, kalau boleh, kita pakai kata yang lebih halus, semisal; Penipu dan Tertipu.

Sekarang adalah perang kita, mempertahankan prinsip-prinsip dahulu, bergeser dikit kita akan tergelincir.
Pilih mati, atau terhidup kembali.
silakan saja, itu pilihan kita semua.
Bagaimana Teman Letingan Nusantara ?
Aku ajak kau ngopi melalui dunia maya.
Oh iya, ngomong-ngomong sekarang aku anjing, berat jadi manusia!


Di lereng Gunung Wilis, Jawa Timur.



Diam Diam Dalam

Sudahlah aku sudah tahu ternyata kau mendoakanKu diam-diam.
Sianu itu berbicara dengan dirinya sendiri, mencoba menguatkan diri.

Terik matahari terang merona.
Sianu itu berteduh dibawah batang beringin tua, tempat orang lalu lalang.

Oh kasih, Sianu berteriak lantang.

Nampak mata para pejalan kaki membelot tiba-tiba kearah Sianu.
Mamang Somay tetap jualan dan melewatinya.
tokkk...tokk...tookkkk....

Ngik ngik ... (hening) 

Sianu menampik.
Suasana hening berapa detik, wajah-wajah bermasker, tanpa ekspresi mata, itu melanjutkan perjalanannya, fokus kedepan, rutinitas tanpa batas.
zheepp... zheeepp.. suara deru kaki, robot bermerk manusia, produk ciptaan dari keadaan yang serba uang ini.

Jika kau diam-diam begitu, bagaimana aku yang kotor ini, mampu menangkap frekwensi sucimu pada Illahi. Tambah Sianu, sembari menunjukan jari keatas awan ketujuh.

Daun-daun kering beringin, beberapa, jatuh.
Tidak seindah daum ek yang berguguran dengan banyak.

 Jakun Sianu naik turun.
Ada gumpalan keringat di sudut keningnya yang..... sedikit... lumayan... cukup... lebar.
Hidungnya kembang kempis, menarik nafas dalam-dalam.

Oh kasih,  Sianu bersiap, memikirkan bait selanjutnya yang berasal dari empedu.

Oh sudah.
Aku sudah tahu.
Jangan lupa makan, siang ini, kalau lapar.

Sianu pergi dan bersiul sendiri.
Sianu hanya mencoba menguatkan diri.
Sianu jualan somay.
Sianu maskeran.
Sianu cewek tapi berjakun.
Sianu lapar.
Sianu belum makan siang.
Sianu perih, lambungnya.


SIANU SUDAH TAHU!

Sianu ngak suka jogging.


luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com