Saturday, 27 July 2019

Bangsa Gondrong

Negeri ini tidak akan kekurangan pemimpin selagi ada (atau pernah) orang yang berambut gondrong.

Menjadi gondrong ditengah-tengah masyarakat pragmatis memang sulit. Tulisan ini sepenuhnya adalah pendapat pribadi yang tidak bisa dijadikan pedoman; hanya mengajak untuk melihat sisi lain dari kaca mata Bangsa Gondrong memandang persoalan  dunia. 

Tulisan ini juga akan menjelaskan, berdasarkan pengamatan dan pengalaman, mengapa negeri ini harus memiliki kader dari Bangsa Gondrong untuk melanjutkan misi berbangsa dan bernegara.

Gondrong adalah pemikir lintas perspektif.

Bangsa Gondrong adalah orang-orang yang tidak mementingkan, status sosial, tingkat pendidikan, berapa gajimu sebulan atau kamu berseragam atau tidak, disaat sedang menelaah.(Baca: http://coretanpayah.blogspot.com/2015/06/dikala-gondrong-tiba.html?m=1)

Mereka, Bangsa Gondrong, tidak melihat siapa yang bicara melainkan apa yang ia bicarakan. Hal ini yang membuat Bangsa Gondrong tetap asik mengobrol dengan siapapun orangnya dan memandang semua orang ada pembelajarannya atau belajar dari semua orang. Sebagai contoh; ketimbang menghardik pelacur, ia beranggapan, pelacur juga berkontribusi untuk membangun negeri, tanpa mereka akan ada banyak pemerkosaan di sudut-sudut kota dan dibawah semak-semak jembatan. Abang-abang jual es cendol juga memiliki peranan yang sama dengan para kepala daerah untuk membangun bangsa, hanya fungsinya saja yang berbeda. Ketimbang melihat status sosialnya, Bangsa Gondrong sadar bahwa; tanpa abang cendol dipinggir jalan, tingkat kecelakaan lalu lintas akan berpengaruh akibat pengendara yang dehidrasi dan para pecinta minuman tradisional akan beralih meminum minuman berpengawet atau berbahan kimia tinggi dibeli di Indomaret atau Alfamart yang jarang kasih kembalian uang receh 100 200.

Jauh lebih dalam mereka, Bangsa Gondrong, mencoba untuk menyerap makna obrolan yang kebanyakan orang-orang sibuk untuk mengkafirkan dan mengambil hak preogratif Tuhan; masuk surga dan neraka. Ini yang membuat, Bangsa Gondrong memiliki poin lebih ketimbang orang rambut-rambut klimis, berkemeja dan berkutat di dalam ruangan (hanya contoh, yang terkadang, sering dipakai oleh para orang tua sebagai mahluk beradab).

Kemampuan lain dari bangsa gondrong yang mengedepankan dialektika dari lintas perspektif untuk menilai persoalan, merupakan proses yang sangat penting dari komplektifitas kehidupan. Inilah Bangsa Gondrong, ketimbang mengedepankan stigma buruk yang berkembang dikalangan masyarakat banyak, ia lebih memilih rokokan dan selow naik gunung kemudian jongkok'an didepan tenda sambil buat teh.

Bangsa Gondrong yang lahir dari ideologi Gondrongisme, percaya bahwa semua terjadi akibat ada hal lain pula yang terjadi, kait mengait menjadi sistem yang harus menghargai dan diselesaikan satu sama lain atas nama keselarasan cinta kasih.

Pemimpin dari Bangsa Gondrong yang, nantinya, menjadi pimpinan baik secara kelembagaan pemerintah atau tidak, merupakan orang-orang yang sudah memahami sudut pandang kelas bawah dan tidak buta terhadap prosesi-prosesi kelas atas. Dari pendapat ini, saya akan mengajak pembaca semua melihat apa yang terjadi disekitar kita. Bangsa Gondrong, coba lihat betapa santainya mereka ngobrol di warung kopi sederhana, namun, disisi lain mereka siap presentasi di depan siapapun termasuk Presiden dalam menyampaikan pendapat dan saran. Tidak bisa dipungkiri juga bahwa, dikalangan Bangsa Gondrong, ada banyak yang sekedar ikut-ikutan. Ada yang tidak mengerti kegondrongannya, ada banyak. Ada juga yang lost control dan kriminal recehan, tapi kriminal tidak mengenal rambut.

Bagi saya, selaku orang yang pernah gondrong, masa-masa gondrong adalah masa kaderisasi paling relevan untuk menjawab persoalan pemimpin-pemimpin masa kini yang masih atau tetap memakai kaca mata kuda mereka. Hal inilah yang menyebabkan Bangsa Gondrong terwujud pada Orang Gila jalanan dan Orang Gila Pemikiran. 

Menggalakan Gondrongisme.

Kita semua bukan dewa, kita hanya mengklaim bahwa kita wujud ciptaan Tuhan yang paling sempurna, disebut manusia. Padahal terkadang, tidak jarang aktivitas kita jauh lebih buruk dari pada binatang atau disisi lain, kita bisa lebih mulia dari para malaikat. Bangsa Gondrong adalah bangsa yang sama dengan orang-orang lainnya, kita hanya dibentuk dengan keadaan dan lingkungan yang berbeda-beda sehingga itu yang menjadi karakter dalam menjalankan kehidupan.

Lingkungan Bangsa Gondrong bisa dimana saja, di hutan mereka bisa, di kota mereka jaya, di sana dan sini tergantung sedang diposisi mana ia saat itu. Saya, lagi-lagi, mengajak semua pembaca untuk mengedepankan cinta kasih dalam memandang sesorang dan mengajak para Bangsa Gondrong untuk melihat poin lebih dari posisi mereka ketimbang hanyut dalam pandangan buruk masyarakat mengenai bangsanya. Menjadi gondrong bukan alasan untuk tidak menjadi apa-apa, pernah gondrong bukan menjadi alasan untuk tidak terlibat dalam segala hal. Cepat ambil peran di manapun amanah itu diberi padamu, ini saatnya pembuktian bahwa kita adalah generasi penerus. Saya tidak bisa membayangkan, jika nanti, Bangsa Gondrong terus-terusan menjadi penonton saja atas kehidupan yang semakin seru ini, kehidupan yang dipimpin oleh kader-kader bangsa kaku.

Dalam ideologi Gondrongisme, kita adalah kader terbaik yang dimiliki bangsa ini, untuk mewujudkan keberagam dalam persatuan. Kita akan melihat pelacur sebagai orang-orang yang menjalani hidup. Kita juga akan melihat Koruptor sebagai pengingat pesan; apakah aku juga akan seperti itu kedepan, bagaimana kalau itu ada di posisiku.  Bermawas dirilah rambut gondrong atau pernah berambut gondrong.

Gondrongisme bukan sekedar tetap menjadi gondrong. Jauh didasar hati, tidak ada yang ingin kita lakukan kecuali; cinta kasih untuk menjalankan hidup. Itulah Gondrongisme. Silakan pilih jika kau ingin tetap gondrong, itu baik. Pun jika kau memilih untuk tidak lagi berambut gondrong, itu juga baik, asalkan ada sedikit Gondrongisme dihatimu. Karena kau telah dibentuk dalam masa-masa gondrongmu, selamat untuk berbangga.

Bangsa Gondrong adalah orang-orang yang lahir dengan kenikmatan menjalankan hidup, baik suka maupun duka. Lihatlah Bangsa Kami, tidak ada yang mati dengan sia-sia.


Dulunya Ayub

Ayub Dulu


Ayub sekarang.

Sebenarnya, saya rindu sekali berambut Gondrong. Besok-besok kalau tidak kesiangan, saya mau gondrong (lagi) sejak pagi



Tulisan ini dibuat dalam rangka memperingati kekosonggan didalam diri. 27 Juli 2019.

Penulis sedang berada di Lubuklinggau, sebuah Kota kecil tempat kelahiran, yang memiliki perpustakaan bagus tapi sepi.

0 comments:

Post a Comment

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com