Dikala Gondrong Tiba

Gondrong adalah sebutan untuk seorang laki-laki berambut panjang, Itulah kenapa cewek tidak disebut Gondrong, karena mereka bukan laki laki dan laki laki bukan mereka, tapi mereka dan laki laki ditakdirkan untuk menyatu sehingga mampu menciptakan Gondrong junior, Coretan Payah edisi "Dikala Gondrong Tiba", akan mengulas sepenggal cerita dari sepanggul kisah yang terjadi selama Gondrong itu tiba.

Alasan Pecinta Alam ?

Tariklah nafas dari udara bersih itu. Kemudian biarkan sepatu tua keluar dari rak-nya. Kain segi tiga itu biarkan ada. Rutinitas akan kalah, kalahlah dengan jiwa. Nyaman akan jauh, dipecahkan dan terpelanting. Tentu ada kisah, dari perjalanan jauh melelahkan.

#SaveCawang | Sudah Dengar Tangisan Cawang hari ini ?

Payah, tangisan Cawang tak terdengar, jelas tangisan itu rintih. betul aku adalah orang yang payah, bagaimana tidak, seorang mahasisw...

Siul fales mengiringi pagi yang hampir saja terlewatkan, hari ini hampir saja habis di zona nyaman, dikasur yang tak terjemur entah berapa bulan. Kopi panas kuperintahkan untuk dibuat padahal hanya ada aku dan kucing waktu itu, astaga, kucing itu belum terlatih untuk segelas kopi, segelas kopi yang di dedikasikan untuk modal berpikir dan berandai-andai.

Monday, 17 August 2020

Musuh Yang Salah dan Jiwa Kurang Gizi

75 Tahun, sebelum kita lahir di Dunia ini, ada semangat pendiri bangsa yang berapi-api melahap penindasan. Meringkuk kau  dalam kepasrahan  kepada mata siapapun saja yang hendak menarik kesimpulan dari semangat kemerdekaan. Kau menganga, mengences, kemudian bersiap gagah.


Apimu membara, matamu menggerling kiri kanan, menyelidik setiap serangan yang bakal datang. Kau gelisah karena musuhmu belum datang. Gelaplah medan perjuangan, hilang pandangan.


Mata merupakan Indra, yang telah kalah telak, dan cenderung keliru, ia dangkal hanya melihat permukaan. Menangis kau karena tidak tahu menahu. Salah kaprah kau, karena jiwa yang kurang gizi, telah menghantarkanmu pada labirin-labirin dunia. 


Pilihlah, silakan ambil perkakasmu dalam penilaian, kita punya pengalaman dan pengamatan masing-masing. Matamu bukan mataku, hatimu bukan hatiku, mekarlah dan jadi semerbak wangi-wangian bunga sedap malam, pada  waktunya masing-masing, pada sunyinya sendiri-sendiri. Entah pemaknaan apa yang mampu ia bawa pulang.


Musim telah berganti, ditandai aroma tanah kemarau yang membasah . Nafasmu sesak dan terus-menerus menari tak kenal irama. Apa yang sebenarnya kita perjuangkan, mana musuh kita, mana? Hadapkan mocongnya, biar aku tebas di depanku. Dan kau hanya hidangkan cermin tak bertuan. Aku membentak, jika semuanya tidak benar dan keliru, kau hadapkan aku lagi dengan cermin itu. Apa yang sebenarnya telah dilakukan? Kita berjuang mati-matian dengan musuh yang salah. 


Bangun...

Bangun...

Bangunlah Jiwanya...

Badannya kurus, jiwa nya kurang gizi.

Apa yang sebenarnya badan-badan tuan telah  lakukan?


Lubuklinggau, 17 Agustus 2020.



Thursday, 13 August 2020

Linglung

Aku dengan sekarang ini.
Sekarang ini nyaman sekali.
Hanyut Aku.
Kemudian menepi di kesunyian. 
Tertawa dan terlena kesekian kali.

Aku dengan  dulu itu.
Hari-hari dalam labirin.
Ditabrak-tabrak tanda tanya.
Dicecar jawaban dengan kebingungan.
Menetap dengan semangat api.

Aku dengan sekarang ini.
Berdamai sebelum berperang.
Tanda tanya mulai dihindari.
Semangat api kehilangan empu-nya.

Aku dengan dulu itu.
Bergelimang tanda tanya.
Berlumuran jawaban
Berdiang dibawah sinar rembulan.
Menerobos misteri ketidakmungkinan.

Menapak tilas agar tak keliru.
Melihat dua-nya aku dalam masing-masing ruangnya.

Heninglah aku dengan sekarang ini.
Menjejak kembali yang dulu itu.
Mengumpulkan puing bekas bara semangat api.
Menjaga bunga api tetap nyala.
Meraciknya dalam aku yang sekarang ini.

Selagi masih diberi waktu.
Sebelum pandangan menjadi kelam.
Sebelum ada menjadi hilang.
Sebelum linglung dengan diri sendiri.

Lubuklinggau, 13 Agustus 2020

                 



Wednesday, 12 August 2020

Tugas Kita Baku Hantam


Riak wajahmu sudah mendidih.

Merah merona dan kemudian meluap.

Riuhhh...

Meja dan kursi sudah tidak lagi sebagai fungsinya.

Berserakan dan berjatuhan. 


Ketimbang malu, Merah merona adalah jalan terakhir.

Kemudian jari-jari telunjuk itu saling beradu.

Sana sini.

Membela dengan gagah, atas kebenarannya masing-masing.

Suasana-suasana penuh rona merah dan meluap-luap.


Angin telah berhembus, yang tersajikan hanyalah rona merah dan luapan.

Angin berhembus sana sini.

Saling bermain peran.

Saling mengeruhkan air, air di riak kecil.


Usai sorotan merekam riak wajahmu.

Sementara itu pula, ada angin lain diantara kalian-kalian saja.

Diamlah dan duduk saja.


Rona-rona merah itu  ada panggung lain yang tertutup bilik layar.

Tak dapat dijangkau lagi.

Sebagian kecil hanya untuk kita

Sebagian besar hanya untuk mereka-mereka saja.

Tugas kita hanya untuk menjadi kacau balau. 


Rona merah dapat panggung.

Rona merah bersama sutradara dan crew-crew lama

Dan mereka adalah mereka saja.

Tugas kita, lagi-lagi, hanya menjadi kacau balau.

Kemudian baku hantam.


Lubuklinggau, 12 Agustus 2020


luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com