Riak wajahmu sudah mendidih.
Merah merona dan kemudian meluap.
Riuhhh...
Meja dan kursi sudah tidak lagi sebagai fungsinya.
Berserakan dan berjatuhan.
Ketimbang malu, Merah merona adalah jalan terakhir.
Kemudian jari-jari telunjuk itu saling beradu.
Sana sini.
Membela dengan gagah, atas kebenarannya masing-masing.
Suasana-suasana penuh rona merah dan meluap-luap.
Angin telah berhembus, yang tersajikan hanyalah rona merah dan luapan.
Angin berhembus sana sini.
Saling bermain peran.
Saling mengeruhkan air, air di riak kecil.
Usai sorotan merekam riak wajahmu.
Sementara itu pula, ada angin lain diantara kalian-kalian saja.
Diamlah dan duduk saja.
Rona-rona merah itu ada panggung lain yang tertutup bilik layar.
Tak dapat dijangkau lagi.
Sebagian kecil hanya untuk kita
Sebagian besar hanya untuk mereka-mereka saja.
Tugas kita hanya untuk menjadi kacau balau.
Rona merah dapat panggung.
Rona merah bersama sutradara dan crew-crew lama
Dan mereka adalah mereka saja.
Tugas kita, lagi-lagi, hanya menjadi kacau balau.
Kemudian baku hantam.
Lubuklinggau, 12 Agustus 2020
0 comments:
Post a Comment