Tuesday, 10 May 2016

Terus-terusan

Siul fales mengiringi pagi yang hampir saja terlewatkan, hari ini hampir saja habis di zona nyaman, dikasur yang tak terjemur entah berapa bulan. Kopi panas kuperintahkan untuk dibuat padahal hanya ada aku dan kucing waktu itu, astaga, kucing itu belum terlatih untuk segelas kopi, segelas kopi yang di dedikasikan untuk modal berpikir dan berandai-andai.

Dear modal yang tadi sebelumnya aku sebutkan, kali ini lebih banyak ketakutan yang entah datang dari mana, atau karena tontonan hina itu telah meracuniku. Takut begini, takut begitu, nanti seperti ini, nanti seperti itu. Ahh kenapa harus ada pikiran seperti itu, terpenjara oleh pikirannya sendiri.

Melangkah kaki kiri atau kanan dulu selalu jadi perdebadatan, padahal antara kiri dan kanan adalah sama melangkah, tapi alangkah lucunya kalau  kiri dan kanan sama melangkah, seolah melompat, ujungnya akan letih lebih cepat.. Bagaimana kalau begini saja, aku habiskan dulu kopiku, tapi tunggu dulu, mana kopinya ? kau suruh kucing tadi yang buat ?  Lupakan, langsung kita rundingkan saja kemana langkahnya, berdebatlah antara jalur yang mana, jalur euforia atau jalur terjal penuh dengan penindasan, atau asiknya untuk pencitraan saja, untuk memperbaiki keadaan atau bahkan memperburuknya. Sudahlah, berpikir pun kita tak mau, bahkan ketika terlontarkan, gelar Sok Hebat kau dapatkan.

Apakah ini curhat, bukan, ini adalah beberapa huruf yang dipaksakan menjadi kalimat, bersumber dari kepayahan hidupku, yang hanya bisa kutulis dalam maya, bercinta seharian kemudian menodai laptop warisan keluargaku. Tapi setidaknya ada kelakuan gagal yang diperbuat. seperti coretan payah ini.

Ngak asik sekarang, itu dulu, keduluan, jadul dan ngak sesuai lagi. kata macam apa itu, apakah ini modern katanya ? lantas bagaiamana selanjutnya ? pararam pararam (bacakan seperti lagunya Radja) mending kita bernyanyi, pararam pararam (bacakan seperti lagunya ian kasela) mending kita bersiul walaupun fales, bergitar sepuasnya, yow man, jangan lupa dorongan di lingkaran setan yang kita buat, antara malam, antara tawa, antara kebahagian semu.

Akhir kata, bolehkah aku menyebut satu istilah yang aku sendiri belum tahu artinya, "Event Organizer Intelektual" yang lahir dan terbentuk dari miniatur negara (kampus). Dengan mengucapkan kalimat payah, saya membolehkan diri, untuk istilah tersebut. Bagaimana che, tertarik untuk jadi bagian. Tugasnya gampang, kita tidak bicara gerakan, apalagi keadilan, kekerasan perempuan dan anak atau konflik agraria, pelanggaran ham, korupsi, penindasan dan lain sebagainya itu jadi urutan kesekian. Tugas utamanya Ceremonial, kamu cukup punya keahlian di sesi bagian mana, kalau aku tentu di  sesi perlengkapan, mengumpulkan paham yang belum lengkap. bagaimana bisa berkesempatan menjadi kaum intelektual tapi menjadi tua hanya untuk itu. Aduh, payahnya diri ini, banyak misi yang gagal, payah sekali, betapa sialnya kejadian ini, tapi nanti dulu che, bagaiamana kalau doakan aku menjadi Superman saja. terserah kau mau berdoa dengan agama apa, aku menganut Sila Pertama.

Akhir kata yang paling akhir, tidak perlu urus yang tidak penting, seperti kata kau, rakyat hidup rakyat ! hidupi saja dirimu yang tidak terurus itu, terus saja, teruskan saja, sampai nurani sedikitpun tidak bergetar melihat ketidakadilan, jangankan empati, simpatipun jauh dari lintasan. Terus saja sampai semuanya digusur, teruskan saja sampai yang kecil tergencet dengan sendirinya. Terus saja, hingga semuanya sama berpikir, yang terus terusan tadi bukan urusan kita. Itu urusan Mahasiswa sedangkan kita adalah Event Organizer Intelektual !! Hidup Payahsiswa !!

Orang payah yang berbicara saja, Ayub Saputra yang sedang berproses mencari tambahan nama  belakang di miniatur negara (kampus)

0 comments:

Post a Comment

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com