Monday, 9 May 2016

#SaveCawang | Sudah Dengar Tangisan Cawang hari ini ?

Payah, tangisan Cawang tak terdengar, jelas tangisan itu rintih. betul aku adalah orang yang payah, bagaimana tidak, seorang mahasiswa yang katanya lahir di Sumatera Selatan, Lubuklinggau, Musi Rawas, Musi Rawas Utara tidak mengetahui jeritan tangis ini. Mungkin tau, lantas apa?

Cawang, lebih tepatnya Dusun Cawang Gumilir, Desa Bumi Makmur, Kecamatan Muara Lakitan Kabupaten Musi Rawas, harusnya ada suara mahasiswa agar lebih lantang dan kuat katanya. 344 Kepala keluarga yang didalamnya terdapat 151 Petani tergusur dan digusur akibat Konflik Agraria dengan perusahaan milik Marubeni Corp Jepang, Pt Musi Hutan Persada (Pt. MHP).

Sore, malam, pagi, begitu seterusnya aku diam saja dengan alasan tugas akhir yang masih menjadi tanggung jawab. Orang yang payah ini kuliah di Provinsi Bengkulu  itu berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan. Akan tetapi Jauh dari Cawang 'katanya seraya menurunkan cangkir kopi panas yang barusan ia minum. Sopir travel yang hampir dua kali pulang pergi melewati Provinsi Bengkulu dengan Provinsi Sumatera Selatan, Kota Lubuklinggau, Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Musi rawas Utara bersiul santai menanggapi kejauhan itu. entah sejauh apa dari tempatmu.

Kicau suaranya, sering terdengar di tanah  orang, tapi ditanah kelahirannya sendiri, diam dan lempam. Kerupuk tak berwadah, itulah istilah lainnya.  Apa memang para mahasiswa yang kuliah jauh hanya untuk melupakan daerah asal ?  atau memang kita Mahasiswa yang enggan berpikir dan bergerak atas nama keadilan, atas nama daerah. Tugas dan kewajiban kampus itu dulu deh, jangan sok hebat ? realistis saja, orang tua kita butuh kita tamat, bukan  jadi pahlawan kesiangan pembela rakyat. Mari kita rayakan kepayahan ini,  aku memang Payahsiswa bukan Mahasiswa. 

Jika penilaianmu antara Sok Hebat dan Sok Diam. Lebih asik yang mana, tapi payah, sulit membicarakan ini, rakyat juga tetap hidup, ada atau tidaknya mahasiswa rantau itu, setidaknya ada nilai menjadi sok hebat ketimbang bersiul, merokok, pacaran, bangun kesiangan  menjadi pendiam dan bungkam.

Sejak juli 2015, 120 Hektar kebun karet dan lahan pangan serta 188 unit rumah digusur atas nama Konservasi. Sekarang sebagian dari mereka tinggal di Balai Desa dengan kondisi seadanya. Surat  edaran yang merujuk pada penghentian pengusuran pada 14 Juli 2014 ditanda tangani Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.317/MenLHK-PSKL/2015 tak ubah seperti surat cinta masa sekolah dasar ku dulu, atau sekedar ceremonial atas nama kehebatan pelayan masyarakat.

Aparat banyak disana, menjadi pahlawan kesiangan sama saja bunuh diri. Hei Payah, duduk ditindas atau bangkit melawan itu semboyan siapa, semboyan perlawanan atau nyanyian di jalanan yang mulai hilang. Lihatlah bagaiamana Pemindaan paksa (force eviction) mengambil alih lahan produktif masyarakat, astaga, itu lahan produktif bukan tidak terpakai. Disana ada kehidupan dan penghidupan masyarakat. Apakah ini namanya mengedepankan bisnis ketimbang hak asasi manusia.

Kepada yang hormat, Pemerintah. Pelanggaran Ham ini tak patut direstui, memang memihak masyarakat tidak ada untungnya kecuali masa kampanye.  Jangan kau suguhkan pembodohan atas nama konservasi sedangkan dibaliknya perluasan lahan perkebunan perusahaan yang mengorbankan rakyat yang hanya untuk hidup. 

Semoga kepayahan ini dibaca dan terdengar oleh orang yang payah sama sepertiku. Titip salam mahasiswa dan mahasiswi hebat diluar sana, yang memiliki kampus ternama, terbang kemana-mana, menguasai beribu bahasa,  hidup mewah, suaranya ada di tempat lain, tapi kebingungan di tanah sendiri. Hidup Payahsiswa !

"Jika Anda bergetar dengan geram pada setiap melihat ketidakadilan, maka Anda adalah kawan saya"- Ernesto Che Guevara.

Photo pengusuran kebun karet masyarakat yang diambil di laman mongabay.com

photo pengusuran yang diambil melalui laman http://walhi-sumsel.blogspot.co.id


7 comments:

  1. Wow...
    saling terhunuskah pedang diantara kita? Hanya Beliau yg tahu... :D

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Amanda : masih perlu belajar samo kau nda, kasihlah komentarnya biar tambah bagus tulisannya

    Rejak :hahahaha hanya beliuau yg mengerti jak. Tapi tak mungkin pedang yg ditempa bersamaan saling menghunus. Karena fungsi pedang tetaplah sama.

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. Semoga sisi pedang itu berpunggung sama kirikanan, berhulu satu menghujam bumi agar sang mata tak melukai tanah dan tetap memangkas sang waktu demi khalayak bersenda gurau...

    ReplyDelete
  6. Rejak : bersanda gurau, tak akan berubah jak, mungkin sekarang sudah banyak menggunakan media. Hahahaha
    Bagaimana pun pedangnya, tapi aku tahu semangat sebelum pedang itu.

    ReplyDelete

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com