Dikala Gondrong Tiba

Gondrong adalah sebutan untuk seorang laki-laki berambut panjang, Itulah kenapa cewek tidak disebut Gondrong, karena mereka bukan laki laki dan laki laki bukan mereka, tapi mereka dan laki laki ditakdirkan untuk menyatu sehingga mampu menciptakan Gondrong junior, Coretan Payah edisi "Dikala Gondrong Tiba", akan mengulas sepenggal cerita dari sepanggul kisah yang terjadi selama Gondrong itu tiba.

Alasan Pecinta Alam ?

Tariklah nafas dari udara bersih itu. Kemudian biarkan sepatu tua keluar dari rak-nya. Kain segi tiga itu biarkan ada. Rutinitas akan kalah, kalahlah dengan jiwa. Nyaman akan jauh, dipecahkan dan terpelanting. Tentu ada kisah, dari perjalanan jauh melelahkan.

#SaveCawang | Sudah Dengar Tangisan Cawang hari ini ?

Payah, tangisan Cawang tak terdengar, jelas tangisan itu rintih. betul aku adalah orang yang payah, bagaimana tidak, seorang mahasisw...

Siul fales mengiringi pagi yang hampir saja terlewatkan, hari ini hampir saja habis di zona nyaman, dikasur yang tak terjemur entah berapa bulan. Kopi panas kuperintahkan untuk dibuat padahal hanya ada aku dan kucing waktu itu, astaga, kucing itu belum terlatih untuk segelas kopi, segelas kopi yang di dedikasikan untuk modal berpikir dan berandai-andai.

Friday, 9 December 2016

Bangunan Petak Dua Pintu

Suara dengkur teman yang tidur duluan memberi kode lelap malam hanya untuknya. sebagian orang duduk saling hadap sedang menghentakan batu gaplek "pletak" riuh saling ejek sembari menghentak meja dan mengeraskan suaranya. sebagiannya lagi sibuk dengan dunia maya nya, termasuk aku dengan kesempatan ini, mencoba berfantasi dengan keadaan.

Malam waktu itu, gerimis menuju deras. Di jalan koral, beberapa motor dibiarkan kehujanan. Gelas bekas kopi isyarat malam untuk dinikmati lebih lama. Suasana malam memang harus ramai, jangan sampai kalah dari konser jangkrik diluar sana. 

Siang tadi kami berbicara dunia, membahas mengenai kondisi alam raya lengkap dengan kejahatan manusianya. Semangat untuk datang walaupun telat melatarbelakangi pentingnya pertemuan itu, memposisikan diri agar dapat berbicara kebenaran. Orang-orang disini begitu fleksibel, mampu lebih serius disaat suasana serius bahkan disaat tidak serius banyak kiasan tentang persoalan dunia, mengenal tuhan, bersikap bijak tentang agama, cinta dan Indonesia. Siang, sore dan malam, yang jelas pagi sering terlewatkan. 

Bicara tentang malam tentu makin malam makin liar dan tidak terbendung lagi. Beberapa orang mulai menyerah dan memilih tidur padahal obrolan sedang berada pada puncaknya. Bangunan petak terpelosok ini merupakan bagian ujung dari gang tiga, merupakan tempat canda tawa dan keliaran manusia yang siap menjawab tantangan dunia. Orang-orang asik, tidak kaku dalam bersikap berkumpul dengan keyakinan teguh, teruji dan bermental baja. Apa jadinya bagunan yang berada di ujung ini tanpa ada keriuhan khas dengan backsound jangkriknya, mungkin rumput liar sudah jadi setinggi rumah, lusuh dan jadi sarang jin.

Ada malam, ada episodenya, banggaku meluber dengan ketidak-sia-sia-an bagunan petak dua pintu ini berguna dan memiliki nilai lebih dibanding tegap gedung-gedung besar, disini kami ada dan berpikir. Jikalau bangunan dua pintu ini bisa bersaksi, mungkin akan sedikit cerewet karena banyak cerita dari ide dan gagaasan baru itu untuk dijelaskan. Nilai yang seperti itu yang mengalahkan bangunan mewah di sebelahnya.

Banyak tempat-tempat duduk baru hadir, sebagai media ngobrol santai disore harinya, saling menyapa dan bertanya yang seharusnya tidak ditanyakan. kalau kau tidak percaya, silakan tanyakan pada pohon peneduh diperkarangan itu.

Bangunan ini harusnya bangga dan memang harus begitu, banyak tamu dari penjuru negeri tidur dan tumpah di dalamnya, banyak anak dengan minat belajarnya mengerti dari sini. Bagunan petak dua pintu ini punya daya tarik, tempat terdamai di jagad raya saat ini. Bangunan ini nantinya akan jadi sejarah dan napak tilas orang orang yang jauh nanti, bagunan ini unik sekali, dia kecil, jauh dan terpelosok namun ramai, riuh dan tempat bagi orang-orang dengan ide dan gagasan besar.

Bagunan petak dua pintu ini sejarah bagiku di bagian bumi ini, 
Bagunan petak dua pintu ini sejarah masa mahasiswaku lengkap dengan seluruh persoalanya. Bagunan petak dua pintu ini sejarahku dengan orang-orang hebat disekelilingku.
Bagunan petak dua pintu ini sumbu dari  pemikiran liar itu.
Bagunan petak dua pintu ini mengajarkanku, bahwa aku harus jadi manusia.
Aku bangga dengan "Bagunan petak dua pintu ini" 



Sunday, 4 December 2016

Manusia Terdidik Lari

Manusia manusia merdeka dengan pendidikannya tenggelam dalam pragmatisme pendidikan. Pendidikan kapitalisme  sudah jadi ideologi sistem pendidikan Internasional. Basis sistem tersebut telah masuk dalam pembuluh darah pendidikan. Manusia manusia yang harusnya memanusiakan manusia manusia tertindas sedari dulu putar kemudi dalam rangka orientasi kerja mendukung kapitalis merajalela. 

Media tranformasi nilai nilai pendidikan pecah antah berantah kehilangan ruhnya. Malapetaka besar sudah datang dari dulu dan sekarang sedang dikembang biakkan, mengakar dan menghancurkan nilai kemanusiaan.

Sekarang memang tak nampak beda antara lembaga pendidikan bahkan perguruan tinggi dengan yang namanya pasar kalangan. Keduanya jual beli orientasi uang dengan keuntungannya. Bedanya hanya penjual dan jualannya, pasar kalangan dengan sembako rumah tangganya dan lembaga pendidikan dengan jasa pendidikannya. Sks, fasilitas dan cara mengajar sudah jadi lapak uang para kapitalis Borjuis berselimut pendidikan. 


Nilai guna dari pendidikan sudah hancur lebur. Pendidikan tidak untuk menengah kebawah. Pendidikan hanya untuk selembar kertas bertuliskan ijazah dengan biaya yang makin parah. 

Unsur pendidikan hanya sebatas subyek, sebatas sejauh mana menjadi alat untuk menyelamatkan pribadi. Jauh dari apa yang dikatakan Paulo Freire dengan pendidikan harus melibatkan 3 unsur, menempatkan realitas dunia sebagai obyek yang disadari kenapa manusia tersebut harus melakukan pendidikan. Realitas Dunia yang menjadi salah satu unsur pendidikan itu selain mengajar dan diajar hanya akan menjadi racun bagi sistem kapitalis, karena dari situ akan menumbuhkan manusia manusia terdidik yang merdeka, manusia-manusia terdidik yang memanusiakan manusia lain.

Sekarang jadilah manusia ini, manusia Terdidik dengan pendidikan setinggi langit tanpa pernah memerdekan manusia yang butuh merdeka. Manusia terdidik itu sekarang jadi dengan segala hapalan teori dan konsep. Manusia terdidik itu hilang dalam proses pembebasan, menjadikan dirinya penindas dan hanya menghasilkan penindas kecil, begitu seterusnya. Manusia terdidik itu telah lahir dengan idelogi kapitalis borjuis lengkap dengan status sosialnya. Manusia terdidik itu hilang lenyap entah kemana dalam ranah hubungan sesama manusia lainnya, yang mana mereka butuh pemantik dari mereka yang terdidik agar sumbu ketidakadilan dan penindasan meledak hancur berkeping-keping.
Manusia terdidik itu lari !

Prima Causa, jangan biarkan aku lari.

Saturday, 5 November 2016

Generasi Sama

Semangat belum datang padahal matahari sudah diubun kepala. Menunggu semangat hadir padahal sedikitpun semangat tidak berucap janji. Kamu pikir semangat akan berbela sungkawa, hadir begitu saja sedangkan kehidupanmu 80 persennya tidur dan sisanya bermain handphone. Dari sekian banyak kesempatan waktu, hidup sudah kebanyakan tidur. Tidur sudah tidak lagi menjadi rehat, tidur sudah jadi mematikan diri.

Pagi sudah jadi sapaan mahluk asing, sekali bernyawa sudah tengah hari. Kemudian dengan gagah obrolan malam menantang dunia. Asap ngepul rokok batangan Generasi generasi sama sudah terendus dari radius yang jauh. Generasi-generasi sama itu adalah Generasi generasi mata busuk melompong isi kepala, nyaring lubang sampah (mulut).

Matanya dipakai untuk dimatikan, mata mata dalam diri sudah tidak mampu lagi menyelidik melihat ketidakadilan, melihat kesalahan sudah jadi kewajaran. Generasi generasi sama yaitu generasi generasi sapi perah, berjalan tanpa ada keperluan, hura-hura gemerlap malam, ikut membuntut manusia buta.

Generasi-generasi sama tanpa adanya sikap, menelan mentah bulat bulat, buah isi belatung, berserabut penuh duri. Generasi-generasi sama yatu generasi tanpa ide "gila".

Generasi-generasi sama yaitu generasi tanpa adanya hal baru. 
Generasi-generasi yang menunggu. 
Generasi-generasi takut ambil alih.
Generasi-generasi tanpa inovasi 
Generasi-generasi risih jadi beda.
Generasi-generasi takut tanggung jawab.
Generasi-generasi haus kemewahan. 
Generasi-generasi hidup rutinitas.


Meja juang jembatan coretan payah
Generasi itu harus mati, semati-matinya. Generasi itu merasuk lewat darah menjadi virus otak dan hati menawarkan segala sensasinya.
Banyak dari generasi-generasi sama itu membalut status Maha,,, Mahasiswa.
Generasi itu bisa hancur untuk manusia-manusia yang berpikir.

Friday, 4 November 2016

Hujan Desember

03 November 2016.
Untuk malam. 
Untuk waktu sedikit penuh tantangan
.

Jangan lagi permasalahkan, waktu memang begitu dan yakinlah Desember ini akan hujan entah gerimis atau badai. Sesuatu yang belum didapat memang mengiurkan, setelah dapat baru tahu apa di dalam cangkang.

Tahu akan tantangan selanjutnya lebih parah.
Tahu akan sebenarnya seperti apa.
Tahu bahwa memilih untuk hidup adalah berjuang.

Dunia ini luas begitu juga dengan lembarannya.
Dunia ini menunggu.
Menunggu untuk orang yang sungguh-sungguh.

Tahap lain akan selalu ada. Orang- orang baru harus ada dan pilihan bertahan di tahap ini bukan solusinya. Cukup adalah kata yang liar. Kadang begitu menjebak, padahal belajar sampai kenegeri China itu dalam maknanya. Dunia ini semakin cepat, semakin singkat. Bukan hanya mengejar soal duniawi saja. Mental dan pemikiran yang maju sudah seharusnya dikejar dan Ini saatnya coba jadi yang ambil alih.


Orang-orang tua itu memang payah, berat sebelah. Tapi aku yakin mereka itu orang-orang pintar, lantas kenapa begitu ? Apakah posisi itu mempengaruhi pemikiran mudanya dulu. Atau memang pemikiran muda dulu habis dimakan waktu, redup dimakan sistem.

Penasaran sekali bagai remaja tanggung atas persoalan siapa yang membuat garis dan batas negeri ini. Siapa yang mengatur segala macam aturan ini. Kemudian dengan angkuhnya telunjuk panah, ini punyaku, itu punyamu.
Siapa yang menentukan suku, ras, bangsa dan agama. Siapa pula yang jadikan perang dan pertumpahan darah atas Batas dan garis yang membatas-batasi itu.

Mata Mengerling berangan jauh sejagad
Siapa ??


Ternyata kata jauh memang mengiurkan dan sekarang angan sudah berada terlalu jauh melalaikan tahap didepan mata. Tapi ada yang terpenting dan sulit ditunda-tunda lagi. Semangat yang telah tertanam di bulan Desember lalu berbuah di Desember ini.

Tunggu aku atau lewatlah tanpa permisi..
Desember ini akan hujan. Aamiin.


Friday, 9 September 2016

Carilah

Jika kau mencari aku.
Cari lah diantara pedih batu larah.

Jika kau mencari aku.
Carilah diantara sepi bekas lobang.

Jika kau mencari aku.
Carilah diantara kayu termakan waktu.

Jika kau mencari aku.
Carilah diantara patah angin lalu.

Jika kau mencari aku.
Carilah diantara senyum malang tumbang.

Jika kau mencari aku.
Carilah diantara lorong lampu remang.

Jika kau mencari aku.
Carilah diantara senyum topeng amarah.

Jika kau mencari aku.
Carilah diantara hidung belang mata menggerling.

Jika kau mencari aku.
Carilah diantara keluarga yang hidup simalakama.

Jika kau mencari aku.
Carilah diantara pandangan luput sinar terik.

Jika kau tak mengenal aku.
Akulah perindu yang tidak tahu bagaimana.

Jika kau tak mengenal aku.
Akulah jiwa iri dari hidup adanya.

Jika kau tak mengenal aku.
Akulah kupu kupu malam dengan sanksi pedih umat manusia.

Jika kau jadi aku dan aku jadi kau.
Mungkin tidak secari ini.

Sunday, 21 August 2016

Daokan aku jadi Supermen

Berambut klimis dengan sedikit ikal, berbadan kekar dengan segi delapan, beralis tebal tanpa pewarna buatan. Terbang kesana kemari layaknya burung. Aku bisa urus semuanya, mulai dari mencuci piring sampai piring dicuci, mulai dari makan nasi sampai nasi dimakan. Akulah Superman. 

Tidak ada yang berani menculikku, suaraku bebas menembus awan. Ketika ada kesalahan aku benarkan, ketika ada ketidakadilan aku adilkan. Ternyata akulah manusia super dengan segala kekuatan dahsyatnya.

Hidupku jadi idola dengan banyak penggemar di sekeliling badan. Klakson motor dan mobil berbunyi siiring papasan ku. Sambutan tangan begitu banyak menyita waktu untuk dibalas. Prestasi di lemari sampai tidak muat lagi, buku buku meluber dari tempatnya. Akulah Supermen dengan segala kesempurnaannya.

Senyum yang dibalas jadi cinta, sapa yang terabaikan jadi penasaran. Superman oh Superman. Super sekali engkau dikehidupan ini. Sayangnya aku bingung dikehidupan mana itu ?

Mimpiku terlalu tinggi, harapku terlampau jauh, tapi doamu tetap kutunggu. Lupakan soal Superman tadi, itu hanya lelucon ku. Apapun doamu, pasti itu terbaik. Sekarang aku damai, soal bagaimana tidak kupikirkan lagi. Yang jelas, jadi tetaplah jadi.

Boleh aku berbisik pada Tuhan tentang kita dan jalannya ? Bisik itu, hanya aku yang tahu. Kalaupun kau tahu, pasti Tuhan sedang memberi isyaratnya. Ngomong ngomong soal Superman, sepertinya sudah seharusnya membebaskan diri dari belenggu apapun dengan semangat dan kekuatan seperti jadi "Superman".
"Hidup tanpa kebebasan seperti tubuh tanpa roh"-Khalil Gibran


Cermin ruang tengah

Tuesday, 9 August 2016

Seorang Pencinta Alam

Ada banyak petualangan, membuatku sadar, kehidupan yang sangat jauh dari orang orang yang telah mati namun tetap hidup. Segala keindahan ciptaan Tuhan dengan segala ucapan syukur atas kuasa-Nya benar benar terasa dan terhayati disetiap petualangan. 

Sebagai seorang Pencinta Alam yang menggaungkan kata “cinta” tentu aku harus sadar, ada banyak kesadaran lain yang harusnya begitu melekat dan kuat ketika aku menjadi seorang Pencinta Alam.Semangat dan jiwa yang terbentuk dari Perjalanan penuh resiko dan membahayakan, tidak semua Mahasiswa menginginkan berada di zona tersebut, lelah, panas, dingin, lapar dan kebersamaan, ini bukan persoalan asing bagi seorang Pencinta Alam, dan akupun menyukai itu. 

Apakah dengan segala petualangan, yang aku cari hanya kesenangan ? Lebih dari itu bahkan jauh sekali, ada makna lain kenapa aku keluar dari kehidupan yang serba rutinitas ini. 

Perjalanan panjang yang melelahkan dengan memasuki wilayah yang jarang dimasuki, menelusuri wilayah yang jarang ditelusuri. Sudah pasti disitu ada banyak kehidupan, kehidupan yang begitu senjang dari kata mewah dan hiruk pikuk perkotaan. Senyum masyarakat desa begitu sederhana menyimpan ketidakberdayaan akan ketidakadilan yang menimpahnya. Tanah masyarakat yang hilang akibat kedatangan Perusahaan, Kurangnya proses pendidikan, Jalan tanah merah berlobang tanpa aspal, kehidupan tanpa listrik. Semua itu ditemukan, dilihat dan dirasakan secara langsung. Bahkan seorang Pecinta Alam tidak sungkan untuk sampai ke pelosok-pelosok negeri. Seorang Pecinta Alam sesadar-sadarnya harus sadar, kepala dan hati nuraninya sudah melihat dan merasakan itu secara langsung. 

Kisah diatas tidak cukup hanya membaca dikoran-koran, melihat cuplikan dari televisi. Sebagai jiwa muda dengan waktu dan tenaga yang cukup. Aku butuh penghayatan yang harus membuktikannya secara langsung, bagaimana dengan pelosok-pelosok itu, bagaimana kehidupan sederhana masyarakat desa itu, bagaimana tanah mereka berganti tanaman sawit dan lobang galian batubara itu, bagaimana anak anak tidak bersekolah, bagaimana hidup di tengah hutan dengan pondok sederhana. Itu semua akan terjadi dengan memulai perjalanan panjang melelahkan. 

Apakah ini sedikit menjawab kenapa aku memilih menjadi seorang Pencinta Alam. Kisah diatas tak jarang menjadi cikal bakal semangat revolusioner tertanam dan tumbuh di dalam diri. Semangat itu masuk tanpa permisi karena dibentuk secara sadar dan dirasakan langsung. Walaupun terkadang hanya sebatas semangat dan marah terhadap kondisi. 

Sadar dengan petualangan saja tidak cukup, karena kata cinta atau pencinta harus diiringi dengan rasa tanggung jawab dalam memerankan diri menyelamatkan lingkungan yang lestari, sesuai dengan semboyan salam lestari. Lantas disini kesadaran itu haruslah berbentuk dan sudah seharusnya bagiku berani  berbicara tentang sungai yang tercemar akibat  limbah dari perusahaan, carut marut AMDAL, menolak segala bentuk energy kotor yang tetap di prioritaskan, memperhatikan satwa langka yang hampir punah akibat semakin berkurang habitatnya karena berganti tanaman sawit dan lobang galian batubara. Sadar bahwa sudah seharusnya aku berdiri digarda paling depan. Sadar bahwa sudah seharusnya seorang Pecinta Alam menjadi inisiator dari semua persoalan ini. Karena semua ini merupakan bagian dari Alam yang tentunya aku cintai.
Semua kesadaran harus diiringi tindakan, kalau tidak, sama saja omong kosong. Semua ini bukanlah gampang, tapi setidaknya aku harus mempunyai karakter dan memposisikan diri, dimana sebenarnya aku berpihak. Itulah kenapa aku memilih menjadi seorang Mahasiswa Pecinta Alam dan Seharusnya semua Mahasiswa itu Pecinta Alam.


Tidak cukup untuk duduk dan mengamatinya dari kejauhan

Udara Kelulusan

Apakah aku adalah manusia, manusia dengan keyakinan bahwa semua persoalan ini akan selesai. Ini sebenarnya adalah bongkahan kecil bagi orang yang mengerjakannya. Yang lebih unggul, yang menang, yang mengerjakannya, semua itu harus dibalut dengan keberuntungan. Yang kalah adalah dia yang menunda nunda. Yang santai harusnya Cermati bongkahan kecil tadi, seiring waktu akan membesar dan bisa jadi menimpahmu. 

Sebagaimana perasaan manusia, tentu udara kelulusan begitu segar dan aku tahu itu hanya jadi uforia sesaat untuk orang payah yang belum siap sepertiku, membacaku kurang, menulisku payah, bahasa asingku jauh. Kesiapan untuk menghadapi persaingan dunia yang begitu ketat ini dengan pekerja yang lebih banyak dari pekerjaan.

Kemenanganmu adalah penyemangatku,  semangatkan aku untuk orang yang mendahului, tidak ada yang lebih asik kecuali orang yang berada pada prioritasnya, aku sekarang duduk, sedang menghitung minggu yang telah lalu entah keberapa kalinya, kemudian mencoba bagun kembali sambil menyusun setiap harapan yang datang, terkadang aku jemput di dalam diamku, untuk memprioritaskan semua waktu yang bisa saja akan terbuang percuma.

Luluh sebagaimana pertanyaan sederhana orang dirumah untuk menanyakan sejauh mana batasan yang telah dilakukan, sadar bahwa selebrasi ini ditunggu tidak hanya untuk diri sendiri melainkan orang yang mendukung secara lahir dan batin. Saat ini aku tidak tau seberapa pentingkah aku menulis ini, hanya saja kalau tulisan ini tidak jadi, seharian tidak ada aktifitas yang bisa diandalkan, apalagi sekarang aku belum mandi dari pagi. 

Aku tertawa saat sadar bahwa aku suka menulis, tapi belum untuk skripsi ku, aku menghabiskannya dengan santai sembari mengkorek jalur kiri. membaca pemikirian liar orang orang yang mati akan tetapi tetap hidup. Aku bukanlah Aku ketika terus berusaha mencari-cari alasan, aku hanya menunggu bait yang pas agar alasan logis timbul untuk menjawab kata kesiapan.

Aku adalah Ayub Saputra yang mencoba bertahan dengan rambut gondrongnya, sudah tidak diragukan lagi, aku bersama doa dan semangat semua orang yang tentu saja aku tidak bisa mengecewakannya. Aku adalah aku dengan coretan payah dari kondisiku. Yang paling asik adalah mentertawai diri sendiri. 

Aku biasa saja karena aku punya alasan itu, santai saja, aromanya sudah tidak jauh lagi. Namun sekali lagi terimakasih untuk isyarat mu. Selangkah lebih maju dariku membuatku ingin melangkah, bahkan aku ingin melompat, berlari dan terbang. Untuk temanku, yakinlah bahwa aku bukanlah orang dulu, Aku tetap komitmen dengan tulisan yang kutempel di dinding kosan yang sudah berdebu di makan waktu.

Coretan di dinding kosan diam diam merayap

Wednesday, 3 August 2016

Ngobrol (diri) Pagi

Senyap pagi ternyata bohong, aku sudah menjemputmu dengan riak suara. Tapi siul burung begitu egois, volumenya nyaring malu kemudian pupus. Sinar pagi masih muda, belum berani nakal untuk beberapa manuver hilang timbul dibalik awan. 

Dongkol rumput tua pecah ruah karena selimut embunya berganti kental cair lendir keong cokelat motif standar. Sementara  firasat sama juga dirasakan akar yang membelit pagar tua tegak rubuh, bahu membahu paku berkarat berusaha untuk lekat diantara bubuk lapuk bila bambu. Padahal jelas sekali waktunya hanya seujung pertahanan lambung isi gorengan.

Mengerling mata keluarga petani sawah lewat antara senyum dan binggung. Jejaknya membekas diantara becekan hujan semalam, berbaris acak mengarah ujung cahaya bayang bukit. Tangan anaknya dari jauh keatas menyapa serius, isarat sapaan kabar kemudian berlari kecil sebelum sempat dibalas.

Beberapa rencana seperti pecahan batu bata baris berserak pecah abstrak, diam tanpa respon seperti besi tua yang berdamai dengan kondisi dingin malam. Siasat mencari kesimpulan sudah jelas layak sebaran gemburan tanah bekas kuburan kucing tepat dibelakang bangku kayu.

Sekarang sudah terlalu panas, aku bisa saja ngantuk dan melepasnya. Biasanya memang seperti ini, jika hal besar menunggu, tak sabar untuk terjadi. Tapi tidur sekarang sama saja memborbardir sekutu sendiri. Sekarang bukan lagi besok, kental sisa kopi sudah mengeras hampir menjadi kerak. Ohh iya pagi, maafkan untuk kalimat pembuka, hanya mencoba akrab dengan suasana canggung, efek lama tak bertemu. Jangan lupa kasih aku kekuatan super.

Rumput yang cemburu

Saturday, 2 July 2016

Latar Belakang Reunian

Kelas baru sudah dibagi, Alhamdulilah tahun ini naik kelas. Seragam tak lagi nampak bagus, yang awalnya kebesaran sekarang sudah ngepas betul untuk tampil dengan baju keluar. Kelas Akhir dengan menjadi pemegang tahta sekolah, ras tertua, sebut dia kakak kelas dari kakak kakak kelas yang ada. Kelas ini jangan disiakan, biasanya dibagi secara acak, tentu tidak terlalu asing lagi karena sudah lama saling terlihat bahkan ada yang satu kelas dulunya.

Setiap tahunnya, siswa tersantai didunia biasanya duduk memilih bangku dekat jendela mengarah pada seisi sekolah dengan posisi strategis yaitu sudut ruang kelas, namun saranku jangan terlalu sudut, bisa-bisa jadi target sasaran guru untuk menjadi tikus percobaan. "Iya, yang disudut sana" itu contoh nadanya.

Memilih langkah awal seperti ini, tentunya memiliki efek samping, akan banyak siswi lewat silih berganti dengan wajah khasnya yang sangat sayang untuk dilewatkan, disudut lain terlihat sorak seru siswa sedang berolahraga (pelajaran favorit siswa tanpa catatan), sayup sayup candaan siswa dengan pelajaran kosongnya terdengar mengejek. Semua itu mengalahkan fokus terhadap materi yang entah kenapa mesti dipelajari (alibi haters fisika). Ditambah lagi kondisinya pagi hari, tepat dimana perutku sudah memanggil gorengan teman yang diselipkan dibawah bangku.

Duduk diam dengan tutup pena digigit, mengamati sekitarnya untuk bersiap menjahili mangsanya, terserah ada guru ataupun tidak, korban terdekat biasanya tetangga depan belakang. Mengajak yang lain tidak fokus adalah kesenangan tersendiri.

Disisi lain hal yang mendapat dukungan penuh ketika ketua kelas beranjak pergi kekantor guru untuk memastikan pelajaran kosong. Biasanya langsung suasana pecah dengan rerumpian ibu-ibu, cerita *tuttt para remaja tanggung membuat sebagian lengah atas pena andalannya. memang kelas akhir akhir ini menjadi polemik dengan kasus pencurian besar, hilangnya beberapa pena, bahkan ada yang diculik, dimutilasi, hanya diambil bagian dalamnya. Uhh kejam.

Sekarang sudah empat tahun kita tamat, ada yang kerja, ada yang menikah, ada juga yang kerja sambil menikah, ada banyak lagi. Ada banyak kisah yang sebagian besarnya teramati dari sudut bangku ini, sudah pas untuk dijadikan pembicara atas pelaku dari hilangnya pena diatas atau menjadi sutradara film pendek yang akan dirilis entah kapan?

Masih simpan photo kita? Untuk bukti bahwa dulu pernah sekelas, biasanya diantara kita sekarang sudah banyak perubahan, yang membuatnya tertawa adalah mengapa kita pernah melakukan hal konyol itu. Masih ada kisah itukan? Geng-Gengan...Marah marahan...Cinta-cintaan... Dan lain sebagainya. 

Bagaimana kalau kita sepakati saja, tanpa berjanji-janjian seperti dulu. Latar Belakang Reuni bagiku bentuk untuk menceritakan kisahnya secara langsung. Cerita yang setiap tahun diceritakan tanpa sedikitpun kehilangan keseruannya. Tentu akan banyak episode jika bersama. Kadang kita jarang bercerita ketika bertemu, namun aku tahu wajahmu sudah menceritakan baitnya. Aakh, menulis ini sama saja merindu sendirian. Oke, Kita akan bertemu diacara reunian Ramadhan tahun ini. Tanggal 03 Juni 2016 Jam 03:00 wib di Hotel Sempurna. Beberapa teman kita sudah mempersiapkannya dengan matang, tentu kita saling menunggu. 

Almada (Alumni SMA N 2 Lubuklinggau Angkatan2012)

Friday, 17 June 2016

Malam Nian

Kali ini kita bertaruh, malam yang habis atau aku. Bersama personil notebook kecil yang hampir patah dengan wifi menumpang, tentu strategi apik untuk menerobos malam. Tidak diragukan lagi, ternyata dugaan tentangga benar, malam juga lengkap dengan serdadu bintang yang siap menyerbu mata, mendorong tubuh dengan anginnya kemudian membuka sinar bulan yang terhalang awan, pelahan timbul membuat kekuatan malam semakin mendesak seolah memberi isyarat.

Menatapnya adalah konyol, serdadunya sudah cukup memaksa diri untuk hanyut dalam rayuannya. Malam kali ini memang kuat, berani sekali dia mendorong kebelakang, mensiasati pikiran lalu. Entah disebut apa malam itu, arusnya begitu deras, kurasa wajar jika hanyut dalam kenangan, dibawanya aku kedalam, entah terseret atau seperti apa, kenangan itu masuk diantara sel sel otak yang mencoba terhubung kembali untuk mengingatnya.

Coba saja sejak awal tidak ku tantang, mungkin kejadiaanya tidak seperti ini, menantang malam adalah lelucon besar, sebab mereka akan hadir lagi sampai akhirnya kau lelah sendiri. Hanya aku yang tahu malam itu, malam itu semakin menjadi-jadi tanpa memberi ampun. Begitu lah malam dengan  persekongkolannya.

Tentu saja malam ini bukan untuk mu. Biarkan ketidakjelasannya tanpa memberi arti. Sebab kenangan itu begitu liar sampai bingung menceritakan topiknya. Sedangkan aku tetap saja bersandiwara untuk membungkam kenangan itu, tanpa sedikitpun menceritakan apa yang sebernarnya terkenang.

Malam belum habis, begitu juga dengan kisah yang akan kujalani. Tidak akan kuberi kesempatan pada malam untuk mengenang kisah yang itu-itu saja, sebab kisah masih mempunyai sedikit waktu untuk diperbarui. Memang malam terkadang tidak adil, mengacak seenaknya setiap kisah. Memang malam terkadang kejam, selalu saja malam yang bersekongkol dengan kenangan.

Ini bukan soal gelap dan heningnya saja,bicara tentang angin bisa mengalahkan detang jam yang lewat begitu saja, dinginnya sudah masuk tulang belakang melewati rajutan jaket sederhana. Kubiarkan malam itu, kita harus sadar, sekali kali itu perlu, untuk melihat yang sudah jauh berlalu atau yang akan lalu, bukankah kita butuh mengobrol dengan dirisendiri, dengan apa yang dilakukan selama ini hanyalah euforia atau ...

Mungkin inilah adalah pesan untuk berpikir lebih lama dengan kenangan atau berpikir keras dengan kisah selanjutnya. Kali ini aku sepakat sebenarnya aku tidaklah begadang melainkan hanya memindahkan waktu tidur. Ahh kali ini aku kalah telak.

Malam itu dengan rembulannya.


Friday, 10 June 2016

Cintaku yang payah

Nem, leha, Sri, maafkan aku, cinta ini begitu payah untuk orang yang terlalu berharga seperti kamu. Cintaku tidak tahu bagaimana arah kemudinya, sehingga lepas dan sesat dari jalurnya.

Nem, Leha, Sri, baiknya jangan orang seperti ini, cintanya diam tak tercurah, mesra hanya angan, menjauh adalah pilihan yang tepat. Cinta yang berharga itu jangan sampai busuk hanya dengan mengenal kepayahan ini.

Nem, Leha, Sri, sehat sehat ya sekarang, Lanjut terus sampai semuanya berjalan tanpaku, tenagamu jangan dihabiskan hanya  untuk cinta yang payah.

Nem, Leha, Sri, kepingan kecil yang sempat terpahat biarkan disudut hatimu yang paling ujung, biarkan berdebu dan usang, namun sesekali jenguklah pahatan itu agar tak terlalu tebal debu menutupinya.

Nem, Leha, Sri, Jangan biarkan kisah baru yang datang melihat pahatan itu, jangan pula kau hapuskan semua untuk kisah yang baru, bukankah dulu kita juga berkisah. tapi itu terserah kamu.

Nem, Leha, Sri, Kabar yang sampai sekarang tak terceritakan, jangan disimpulkan bahwa aku tak pernah memikirkan senyum manismu, membayangkan keadaan seperti apa yang sebenarnya bukan dalam bayang dan angin.

Nem, Leha, Sri, Untuk kabar yang tak terbalas, aku sering kirim balasannya lewat hatimu, tak berbentuk memang, namun terisrat. Ketika resahmu datang, itu tanda masuknya. Pejamkan matamu dan rasakan setiap bait kalimatnya.
Nem, Leha, Sri, sungguh wajar ketika kamu bertingkah dan berbuat seperti itu padaku. Itu sudah pantas untuk cinta yang payah ini. Berkabar lewat angin, bercerita lewat diam, Melihat dari bayang, bukankah cinta tak sejadul itu.

Nem, Leha, Sri, aku juga sadar bahwa cintaku tak seasik yang lain, waktuku tak terbagi hanya untuk melihat senyummu, lihatlah aku yang seolah biasa dengan kondisi ini, seolah tak bersalah, seolah santai melewatinya,
Tapi, Nem, Leha, Sri, sekarang aku pecah dalam, remuk seribu namun didalam, tak nampak dari luar, begitu kias sekali. Cinta yang luar biasa aku buat sepayah ini.

Nem, Leha, Sri, sebenarnya kamu satu, bagaimana bisa cinta yang payah ini mencintai tiga nama, sedangkan satu nama saja sudah sepayah ini. 

Nem, Leha, Sri, sekali lagi, kalian itu satu nama yang bersedia dan bertahan selama itu hanya untuk mencintai cinta yang payah, Tapi sekarang sabarmu sudah cukup dan itu benar.

Nem, Leha, Sri, mungkin aku cocok bercinta bersama paranormal yang bisa menangkap pesan bayangku melalui angin, melalui malam, melalui sunyi, melalui resah yang tiba tiba rindu hadirmu.
Nem, Leha, Sri, kamu tidak perlu tahu tulisan ini.
Nem, Leha, Sri, Terimakasih.
Waktu itu di Enggano, "Di dalam bir ada kebebasan"-Benjamin Franklin 

Hampir sampai pinggang

Sekarang, gondrong ini telah masuk di fase kewajiban (baca : dikala gondrong tiba) nampaknya mulai menjadi tua. Dengan bentuk pecah pecah dan kemerahan di ujungnya, ternyata sejak awal aku benar, menjadi tua tidak mengenakkan, namun tetap muda terkadang hanya dipandang sebelah mata. Sekarang kalian mesti percaya kampus tak seasik waktu itu, waktu dimana kita masih sibuk kerja kelompok hingga sekarang kita sibuk dengan skripsi kita masing masing.

Tidak terasa tahun ini masuk tahun ke empat gondrong ini bertahan. Aku ingat sekali, celana sobek andalan dengan kaos oblong itu selalu menjadi duet andalan menemani kesana kemari memasuki ruang kuliah dengan tas sandang tanpa pena. Pulang lebih awal dengan motor butut berkarat, Astaga, kalau saja pacarku tahu, mungkin ia akan cemburu dengan suasana angin yang membelai, meniup helm tanpa kaca yang membiarkan rambut keluar di bagian belakangnya. Rasanya dengan poling sms sementara, bisa jadi aku adalah orang kedua paling ganteng sekampus raya ini.

"sampai saat ini berdasarkan catatan sejarah dunia perkampusanku, orang pertama belum ditemukan, kecuali Kamenraider dan Power Ranger begitu juga dengan Superman dan Badman ngotot untuk kuliah dikampusku, kemudian dengan gagah dan proses loby yang panjang, wakil rektor tiga bidang kemahasiswaan mendukung dan membuka sayembara dan disetujui oleh seluruh rakyat Indonesia, Merdeka".

Sekarang tahun keempat, namun belum genap empat tahun. Hampir sampai pinggang, membuatnya semakin asik, tidak perlu pengikat rambut, bisa kau sanggul seperti anak gadis didesa yang siap berangkat mandi kesungai. Digelap dan sepinya desa ia ikut, diterang dan ramainya kota ia tidak bisa ditinggal. Kemana saja selama bertahun-tahun menjadi pemikat hati.

kali ini fase yang sulit, tak banyak yang mampu bertahan, melaksanakan kewajiban adalah wajib hukumnya, kebiasaan selama 4 tahunan itu memang sulit untuk dilupakan, belum lagi banyak ide liar yang keluar dari gerahmu. Tapi bagaimanapun itu, terlepas gondrong atau tidak, kau tetaplah rambutku. Dibalik fenomena skripsi, kemudian fenomena kerja yang semuanya butuh rapi. Tentu perlu amunisi untuk tetap tenang, 99% kau akan pergi. datanglah fase itu, aku akan hadir dan mungkin kembali dengan jilid dua, sesuai dengan cita-citaku.

Menjadi dosen muda dengan tetap berambut gondrong adalah catatan kecil tertempel di dinding kosanku. Cita-cita yang hadir atas jerih payah petualangan panjang. Dan apabila gondrong ini akan kembali awal, maafkanlah itu,  ingatlah selalu ndrong, kita pernah menghabiskan waktu dengan ke-keren-an maksimal tanpa cela, bisa jadi nantinya dikala gondrong hilang, aku sangat yakin, pasti ada karakter yang hilang juga didalam diri, entah hilang atau sembunyi, kuharap sembunyi saja. selalu ada jilid dua untuk sensasi dan suasana itu, yang sedikit banyak membentuk pikiran pikiran yang jarang dipikirkan oleh generasi- generasi sama. Kini kau Hampir sampai pinggang, salut aku sama mu ndrog, ini prestasi untuk kita berdua, hanya untuk kita berdua. Bagaimanapun cerita selanjutnya kau tetap rambutku yang bernama gondrong. Bersambung

Hampir sampai pinggang, gondrongku

Saturday, 21 May 2016

Untuk Kawan, Kerja Nyata atau Pekerja Nyata ?

Apa kabar kawan, masih bagun kesiangan hari ini, hahahaha berarti kita sama, kali ini izinkan coretan payah berkisah sedikit. Kawan, terdengar kabar sebentar lagi kau akan melaksanakan tugas besar dari seorang Mahasiswa/i, benar begitu, tentu kau ingin waktu itu segera tiba. Kuliah Kerja nyata, kebetulan aku pernah melakukannya. Hanya kebetulan aku yang duluan.

Kawan, boleh aku bercerita sebagai orang yang kebetulan, bukan maksudnya sebagai tanda aku lebih tahu dari masa itu. Walaupun nantinya coretan payah ini terkesan sedikit mengurui, maafkanlah itu, anggap aku orang yang payah, semoga dari kepayahan ini menjadi berkah dan membuat kita untuk berusaha lebih hebat.

Kawan...
Kuliah kerja nyata (KKN) bagiku mata kuliah wajib terasik yang pernah ada di planet bumi. Ini adalah wujud nyata dari pengabdian seorang Mahasiswa untuk turun dan melihat langsung bagaimana kondisi sebenarnya kemudian melakukan sesuatu sebagaimana mestinya. Ini juga merupakan cerminan dari kualitas seorang Mahasiswa/i selama mempelajari teori dibangku kuliahnya. Kuliah kerja nyata atau disingkat KKN, Kukerta atau apapun itu, bagiku adalah kerja nyata bukan pekerja nyata. Dua kata ini tersimpan makna  berbeda walaupun intinya sama bekerja.. 

Kawan...
Kerja nyata dan Pekerja nyata, silakan kau pilih, tapi aku jelaskan sedikit gambarannya. Kerja nyata adalah bentuk kerja bersama masyarakat, yang sebelumnya direncanakan bersama-sama, tujuannya untuk masyarakat itu sendiri, biasanya jauh dari istilah sumbangan dana karena memang dilakukan secara bersama dan memanfaatkan peluang yang ada. Kopi akan keluar dari ibu ibu, kayu akan dapat dari hutan desa, tenaga akan terkumpul untuk suatu karya bersama. Namun berbeda dengan pekerja nyata, biasanya melakukan sesuatu berdasarkan kepentingan diri sendiri, dilakukan oleh diri sendiri. Pekerja ini akan dekat dengan istilah sumbangan dana, tenaga hanya dari kalangan mahasiswa/i, layaknya pekerja profesional masyarakat dijadikan penonton dan siap bertepuk tangan ketika selesai, tanpa tahu apakah masyarakat membutuhkan itu. 

Kawan...
Tentu kalian nanti akan dikelompokan dari beberapa Mahasiswa/i dengan latar belakang dan jurusan yang berbeda, kemudian berada dalam satu atap kurang lebih satu bulan, berbicang, bercanda, bersedih, bahagia, pasti akan terjadi. Banyak macam sifat, baik dan buruk adalah kepastian, tentu bukanlah hal yang menyenangkan apabila rumah tangga tidak harmonis. 

Perlu disadari kawan, dari cerita kelompok inilah akan tercipta kisah yang sulit dilupakan, rukun-rukunlah, berpikirlah setiap orang memiliki potensi, memiliki anggota kelompok yang kuat begadang, main kartu dan perokok keras adalah anugerah tersendiri, karena orang seperti inilah yang akan menjadi garda terdepan menyambut tamu yang biasanya sampai larut malam, orang  ini akan mengerakkan pemuda/i desa lebih cepat, orang ini juga, lebih aktif menjamin keamanan kelompoknya. Itu adalah contoh potensi sederhana yang biasanya dianggap sepele

Kawan...
Tidak ada yang lebih unggul dalam kelompok kecil ini, itu akan indah dan terkenang sampai kapanpun apabila saling menghargai dan mampu melihat mengerti satu sama lain.

Kawan...
Tentu misimu besar, harapanmu membawa perubahan namun ketika biacara soal permasalahan, sering-seringlah untuk mengobrol dengan masyarakat, karena mereka sudah sejak awal, bahkan lebih lama mengetahui kondisi sebenarnya, bagaimana bisa orang baru dengan ide yang besar akan menyimpulkan permasalahan tanpa narasumber handal bernama masyarakat.

Kawan...
Ketika nanti kau sudah ditempatkan di daerah sana, lepaskanlah dulu ke-maha-an mu itu, jangan pakai bahasa intelektual mu itu, tidak banyak yang mengerti itu, serba mewahmu itu, karena disini begitu sederhana, tidak serumit dengan fasilitas yang biasa kita pakai. 

Kawan...
Jangan lupa, Selain program kerja yang selalu kau banga-bangakan itu, yang selalu kau unggulkan itu, disisi lain masyarakat hanya ingin hadirmu yang pecah dan lebur, ikut bermain voli di sore hari, ikut berkebun, melaut dll. Bagaimana bisa tangan mulusmu tidak dipecahkan hanya untuk sebulan lebih saja, biar tahu rasanya jadi rakyat biasa, hingga kau duduk di jabatan nanti ingat dengan tangan-tangan yang pecah untuk mencari nafkah. Berbaurlah dan jadi bagian dari mereka bukan sebagai tamu jauh yang begitu kaku.

Kawan...
Tentu kita adalah seorang mahasiswa/i yang belum mampu mencari uang, berundinlah dengan masyarakat untuk tempat tinggal layak dan tidak terpakai tanpa untuk menyewa, usahakanlah dulu, walaupun sulit. Hilangkanlah kebiasaan sumbangan dana hanya untuk menjadi tukang cat atau membuat plakat nama, kegiatan klasik ini melekat sekali, bukankah tidak harus kau datang untuk melakukan itu, atau hanya itu yang dapat dilakukan. 

Kawan...
Setelah semuanya selesai, sempatkan waktu untuk berkunjung lagi, melihat kembali sejauh mana yang kita lakukan dulu. Atau selama itu waktumu habis hanya untuk cinta-cintaan. 

Sekali lagi Kawan, sebagai kalimat penutup dan sekaligus pertanyaan untuk tujuan keberangakatan mu nanti. Kau mau melakukan apa yang kau mau atau apa yang masyarakat mau ? Kemudian kau mau kerja nyata atau pekerja nyata ? 

Sekian.
Salam dari kelompok KKN UNIB Periode 76 Kecamatan Enggano, Desa Meok 2015.
 
Salam dari kelompok KKN UNIB Periode 76 Kecamatan Enggano, Desa Meok 2015

Friday, 20 May 2016

The Day of National Resurgence

Today is May 20 known as the Day of National resurgence. We commemorate the Day of National resurgence by making ceremony. According to me ceremony is not important. The most important thing is to implement moral instruction of the Day of National resurgence.
The things that can be taken as moral instruction when we commemorate the Day of National resurgence are :
1. It is the best moment to free ourselves form stupidity, poverty and backwarness.
What is meant by National resurgence in accordance with this moment we are forced to step forward for getting achievment and progress.

2. The Day of National resurgence should be used as moment to free ourselves from all kinds of colonialsm. There are still many people in our country who are oppressed, They often get violence. It indicates that our people expecially women are still trapped in colonialsm.

3. The Day of National resurgence should be used to developer harmony, solidarity,  unity and integrity. Nowadays the world is facing proxy war, it is war against Civilization. The war is intended to deprave indonesian generation. 

I need to write about this topic because today is the Day of National resurgence for all indonesians. Lets keep our spirit and motivation to step forward for the glory of our beloved country. INDONESIA.

The Day Of National Resurgence


Friday, 13 May 2016

Alasan Pecinta Alam

Tariklah nafas dari udara bersih itu.
Kemudian biarkan sepatu tua keluar dari rak-nya.
Kain segi tiga itu biarkan ada.
Rutinitas akan kalah, kalahlah dengan jiwa.
Nyaman akan jauh, dipecahkan dan terpelanting.
Tentu ada kisah, dari perjalanan jauh melelahkan.

Masukilah wilayah yang jarang dimasuki.
Telusurilah wilayah yang jarang ditelusuri. 

Untuk hidup sehat, lengkap dengan matahari pagi dan embunnya.
Untuk irama jangkrik, seirama dengan purnama terang.
Atau hanya sekedar menemukan teknik siul baru, dari burung penghuni hutan.
Bahkan, Untuk sekedar mandi di tingginya air yang jatuh menutupi tebing.
Untuk sekedar canda dari lingkaran sederhana masyarakat desa.
Yang jelas, Untuk segala pesonanya.

Biasanya keindahan itu sampai keatas sekali, sampai kagum dengan penciptanya.
Biasanya banyak siul pertanda habitat yang hilang. 
Sangat pasti, bisik itu akan terdengar dari tanah yang dijajah perusahaan.
Bahkan banyak jurang terjal begitu nampak, bagaimana bisa hidup tidak seadil itu.
Rasakan bagaimana seharusnya memerankan diri, dari kesederhanaan yang ada.

Semua itu terlihat, terdengar dan dirasakan..
Sebab memang kita berada disitu, entah bagaimana panca indra merekamnya.
Biarkan saja terbentuk sendiri, mengalir dari setiap petualangan panjang.
kemudian seharusnya nurani terpanggil.

Dibalik perenungan diri, menyepi dalam nuasa alam.
Pasti alasan itu akan tegar.
tentang kenapa ada disini.
tentang kenapa sejauh ini.

Untuk seluruh alasan, itulah kenapa aku seorang "Pecinta Alam " (M-14141.KP)


Bersama pahlawan desa dari penjajah tanah, MERDESA !





Puisi Payah

Bercanda dengan daun  mati.
Aku berteduh didaun yang amat kecil.
Sedangkan matahari amat indah sinarnya.
Membakar kulit.
Membuatku terpanah dengan perjalan ini.
Hai kasur empuk.
Hai wajah lembut.
Hai zona nyaman, maaf aku meninggalkan mu.
Aku sedang tepat.
Tepat saling bersentuh.
Dengan ranting dan daun yang mati.
tersandar padanya.
Ransel terpunggung, kubiarkan sejenak tergelatak sama sepertiku.
Akan kujawab saja langsung dengan tanah tanahnya.
Mengapa aku berada disini.

Dengan Malam dan dinginnya.
Dengan siang dan panasnya.
Tubuh yang lelah tergeletak.
Jatuh sejatuhnya, lelah selelahnya
Lihatlah ini.
Rimba dengan isinya.
Langit dengan pelanginya.
Aku sekarang diantara sunyi.
Diantara saudara yang sama lelahnya.
Diantara saudara dengan usaha untuk tertawa.
Sayang tidak ada kamu disini, mungkin sumbu tawa langsung pecah dari wajah lelahmu.
Tapi intinya, ini tidak akan terlupa.
Bagaimana menghabiskan malam ditengah hutan.
Diantara pondok kecil dengan keramahan keluarganya. (Ekspedisi Mapetala Unib 2016, Bukit Kumbang).

Ayub Saputra dengan lelahnya

Tuesday, 10 May 2016

Terus-terusan

Siul fales mengiringi pagi yang hampir saja terlewatkan, hari ini hampir saja habis di zona nyaman, dikasur yang tak terjemur entah berapa bulan. Kopi panas kuperintahkan untuk dibuat padahal hanya ada aku dan kucing waktu itu, astaga, kucing itu belum terlatih untuk segelas kopi, segelas kopi yang di dedikasikan untuk modal berpikir dan berandai-andai.

Dear modal yang tadi sebelumnya aku sebutkan, kali ini lebih banyak ketakutan yang entah datang dari mana, atau karena tontonan hina itu telah meracuniku. Takut begini, takut begitu, nanti seperti ini, nanti seperti itu. Ahh kenapa harus ada pikiran seperti itu, terpenjara oleh pikirannya sendiri.

Melangkah kaki kiri atau kanan dulu selalu jadi perdebadatan, padahal antara kiri dan kanan adalah sama melangkah, tapi alangkah lucunya kalau  kiri dan kanan sama melangkah, seolah melompat, ujungnya akan letih lebih cepat.. Bagaimana kalau begini saja, aku habiskan dulu kopiku, tapi tunggu dulu, mana kopinya ? kau suruh kucing tadi yang buat ?  Lupakan, langsung kita rundingkan saja kemana langkahnya, berdebatlah antara jalur yang mana, jalur euforia atau jalur terjal penuh dengan penindasan, atau asiknya untuk pencitraan saja, untuk memperbaiki keadaan atau bahkan memperburuknya. Sudahlah, berpikir pun kita tak mau, bahkan ketika terlontarkan, gelar Sok Hebat kau dapatkan.

Apakah ini curhat, bukan, ini adalah beberapa huruf yang dipaksakan menjadi kalimat, bersumber dari kepayahan hidupku, yang hanya bisa kutulis dalam maya, bercinta seharian kemudian menodai laptop warisan keluargaku. Tapi setidaknya ada kelakuan gagal yang diperbuat. seperti coretan payah ini.

Ngak asik sekarang, itu dulu, keduluan, jadul dan ngak sesuai lagi. kata macam apa itu, apakah ini modern katanya ? lantas bagaiamana selanjutnya ? pararam pararam (bacakan seperti lagunya Radja) mending kita bernyanyi, pararam pararam (bacakan seperti lagunya ian kasela) mending kita bersiul walaupun fales, bergitar sepuasnya, yow man, jangan lupa dorongan di lingkaran setan yang kita buat, antara malam, antara tawa, antara kebahagian semu.

Akhir kata, bolehkah aku menyebut satu istilah yang aku sendiri belum tahu artinya, "Event Organizer Intelektual" yang lahir dan terbentuk dari miniatur negara (kampus). Dengan mengucapkan kalimat payah, saya membolehkan diri, untuk istilah tersebut. Bagaimana che, tertarik untuk jadi bagian. Tugasnya gampang, kita tidak bicara gerakan, apalagi keadilan, kekerasan perempuan dan anak atau konflik agraria, pelanggaran ham, korupsi, penindasan dan lain sebagainya itu jadi urutan kesekian. Tugas utamanya Ceremonial, kamu cukup punya keahlian di sesi bagian mana, kalau aku tentu di  sesi perlengkapan, mengumpulkan paham yang belum lengkap. bagaimana bisa berkesempatan menjadi kaum intelektual tapi menjadi tua hanya untuk itu. Aduh, payahnya diri ini, banyak misi yang gagal, payah sekali, betapa sialnya kejadian ini, tapi nanti dulu che, bagaiamana kalau doakan aku menjadi Superman saja. terserah kau mau berdoa dengan agama apa, aku menganut Sila Pertama.

Akhir kata yang paling akhir, tidak perlu urus yang tidak penting, seperti kata kau, rakyat hidup rakyat ! hidupi saja dirimu yang tidak terurus itu, terus saja, teruskan saja, sampai nurani sedikitpun tidak bergetar melihat ketidakadilan, jangankan empati, simpatipun jauh dari lintasan. Terus saja sampai semuanya digusur, teruskan saja sampai yang kecil tergencet dengan sendirinya. Terus saja, hingga semuanya sama berpikir, yang terus terusan tadi bukan urusan kita. Itu urusan Mahasiswa sedangkan kita adalah Event Organizer Intelektual !! Hidup Payahsiswa !!

Orang payah yang berbicara saja, Ayub Saputra yang sedang berproses mencari tambahan nama  belakang di miniatur negara (kampus)

Monday, 9 May 2016

#SaveCawang | Sudah Dengar Tangisan Cawang hari ini ?

Payah, tangisan Cawang tak terdengar, jelas tangisan itu rintih. betul aku adalah orang yang payah, bagaimana tidak, seorang mahasiswa yang katanya lahir di Sumatera Selatan, Lubuklinggau, Musi Rawas, Musi Rawas Utara tidak mengetahui jeritan tangis ini. Mungkin tau, lantas apa?

Cawang, lebih tepatnya Dusun Cawang Gumilir, Desa Bumi Makmur, Kecamatan Muara Lakitan Kabupaten Musi Rawas, harusnya ada suara mahasiswa agar lebih lantang dan kuat katanya. 344 Kepala keluarga yang didalamnya terdapat 151 Petani tergusur dan digusur akibat Konflik Agraria dengan perusahaan milik Marubeni Corp Jepang, Pt Musi Hutan Persada (Pt. MHP).

Sore, malam, pagi, begitu seterusnya aku diam saja dengan alasan tugas akhir yang masih menjadi tanggung jawab. Orang yang payah ini kuliah di Provinsi Bengkulu  itu berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan. Akan tetapi Jauh dari Cawang 'katanya seraya menurunkan cangkir kopi panas yang barusan ia minum. Sopir travel yang hampir dua kali pulang pergi melewati Provinsi Bengkulu dengan Provinsi Sumatera Selatan, Kota Lubuklinggau, Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Musi rawas Utara bersiul santai menanggapi kejauhan itu. entah sejauh apa dari tempatmu.

Kicau suaranya, sering terdengar di tanah  orang, tapi ditanah kelahirannya sendiri, diam dan lempam. Kerupuk tak berwadah, itulah istilah lainnya.  Apa memang para mahasiswa yang kuliah jauh hanya untuk melupakan daerah asal ?  atau memang kita Mahasiswa yang enggan berpikir dan bergerak atas nama keadilan, atas nama daerah. Tugas dan kewajiban kampus itu dulu deh, jangan sok hebat ? realistis saja, orang tua kita butuh kita tamat, bukan  jadi pahlawan kesiangan pembela rakyat. Mari kita rayakan kepayahan ini,  aku memang Payahsiswa bukan Mahasiswa. 

Jika penilaianmu antara Sok Hebat dan Sok Diam. Lebih asik yang mana, tapi payah, sulit membicarakan ini, rakyat juga tetap hidup, ada atau tidaknya mahasiswa rantau itu, setidaknya ada nilai menjadi sok hebat ketimbang bersiul, merokok, pacaran, bangun kesiangan  menjadi pendiam dan bungkam.

Sejak juli 2015, 120 Hektar kebun karet dan lahan pangan serta 188 unit rumah digusur atas nama Konservasi. Sekarang sebagian dari mereka tinggal di Balai Desa dengan kondisi seadanya. Surat  edaran yang merujuk pada penghentian pengusuran pada 14 Juli 2014 ditanda tangani Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.317/MenLHK-PSKL/2015 tak ubah seperti surat cinta masa sekolah dasar ku dulu, atau sekedar ceremonial atas nama kehebatan pelayan masyarakat.

Aparat banyak disana, menjadi pahlawan kesiangan sama saja bunuh diri. Hei Payah, duduk ditindas atau bangkit melawan itu semboyan siapa, semboyan perlawanan atau nyanyian di jalanan yang mulai hilang. Lihatlah bagaiamana Pemindaan paksa (force eviction) mengambil alih lahan produktif masyarakat, astaga, itu lahan produktif bukan tidak terpakai. Disana ada kehidupan dan penghidupan masyarakat. Apakah ini namanya mengedepankan bisnis ketimbang hak asasi manusia.

Kepada yang hormat, Pemerintah. Pelanggaran Ham ini tak patut direstui, memang memihak masyarakat tidak ada untungnya kecuali masa kampanye.  Jangan kau suguhkan pembodohan atas nama konservasi sedangkan dibaliknya perluasan lahan perkebunan perusahaan yang mengorbankan rakyat yang hanya untuk hidup. 

Semoga kepayahan ini dibaca dan terdengar oleh orang yang payah sama sepertiku. Titip salam mahasiswa dan mahasiswi hebat diluar sana, yang memiliki kampus ternama, terbang kemana-mana, menguasai beribu bahasa,  hidup mewah, suaranya ada di tempat lain, tapi kebingungan di tanah sendiri. Hidup Payahsiswa !

"Jika Anda bergetar dengan geram pada setiap melihat ketidakadilan, maka Anda adalah kawan saya"- Ernesto Che Guevara.

Photo pengusuran kebun karet masyarakat yang diambil di laman mongabay.com

photo pengusuran yang diambil melalui laman http://walhi-sumsel.blogspot.co.id


luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com